Pengakuan negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh dibuktikan melalui Pengesahan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). PemberlakuanUndang-Undang ini memberikan otoritas seluas-luasnya kepada pemerintah Aceh berupa otonomi khusus sehingga Aceh memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Salah satu pondasi penting yang diberikan melalui otonomi khusus adalah pemberlakuan Syari’at Islam. Syari’at Islam tidak terlepas dalam sistem pemerintahan di Aceh karena merupakan “ruh” dari kearifan lokal. Penerapan Syari’at Islam secara kaffahdi kota Langsa merupakan salah satu misi yang dilakukan untuk mewujudkan visi Pemerintah Kota Langsasehingga perlu diterapkan mulai dari level pemerintahan terendah (gampong). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis sistem penyelenggaraan pemerintahan gampongberdasarkan kearifan lokalbeserta hambatannya di Kota Langsa. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan di Kota Langsa sudah menjalankan azas keislaman di semua tatanan pemerintahan termasuk sampai pada tatanan pemerintahan gampong. Hal ini dibuktikan dengan terbitnya Qanun Kota Langsa Nomor 5 tahun 2020 tentang Pemerintahan Gampong yang merupakan penyempurnaan dari qanun sebelumnya. Dari hasil observasi, hambatan yang dijumpai dalam penerapan syariat Islam pada pemerintahan gampong di Kota Langsa adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang syariat Islam, belum adanya qanun/resam gampong untuk menyelesaikan masalah pelanggaran syariat Islam dan kurangnya dukungan dari masyarakat dalam pelaksanaan syariat Islam.