Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

MODEL PENGERINGAN LAPISAN TIPIS GABAH KETAN (Oryza sativa glutinosa) VARIETAS SETAIL DAN VARIETAS CIASEM Nur Rahmayanti; Supratomo Supratomo; Olly Sanny Hutabarat
Jurnal Agritechno Jurnal Agritechno Vol. 8, Nomor 2, Oktober 2015
Publisher : Depertemen Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (893.027 KB) | DOI: 10.20956/at.v8i2.75

Abstract

Ketan termasuk salah satu varietas dari ribuan varietas padi yang merupakan tumbuhan semusim. Beras ketan yang dihasilkan dari padi ketan memiliki kandungan pati (amilosa dan amilopektin) yang berbeda dengan beras non-ketan. Ketan memiliki kandungan amilosa yang rendah dan memiliki kandungan amilopektin yang tinggi sehingga teksturnya lengket saat dimasak. Untuk menghasilkan beras ketan yang bermutu dan bercita rasa tinggi diperlukan penanganan pascapanen yang baik terutama dalam pengeringan gabah. Pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan gabah akibat aktivitas biologi dan kimia sebelum gabah diolah/digunakan. Pengeringan lapisan tipis merupakan langkah mendasar dalam memahami perilaku pengeringan bahan pangan hasil pertanian, termasuk gabah. Penelitian ini menggunakan gabah padi ketan varietas Setail (ketan hitam) dan varietas Ciasem (ketan putih) yang diperoleh dari desa Sicini, kecamatan Parigi, kabupaten Gowa. Dengan alat tray drier gabah dikeringkan menggunakan tiga level suhu (50, 55 dan 60oC) dan kecepatan aliran udara 1.0 m/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin cepat gabah mendekati kadar air kesetimbangan. Ketan hitam memiliki laju penguapan air yang lebih besar dibandingkan dengan ketan putih di ketiga level suhu pengeringan. Ada lima jenis model pengeringan yang diuji untuk mendeteksi perilaku MR (Moisture Ratio) yakni Model Newton, Model Henderson & Pabis, Model Page, Model Thompson dan Model Two-Terms Exponential. Persamaan Model Page untuk tiga level suhu dan dua jenis gabah menunjukkan nilai R2 yang paling besar dan nilai χ2 dan RMSE terkecil dibandingkan keempat persamaan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa Model Page adalah model pengeringan yang terbaik karena memiliki kesesuaian yang besar terhadap karakteristik pengeringan lapisan tipis padi ketan hitam dan ketan putih.
PROFIL SIFAT FISIK BUAH TERUNG BELANDA (Cyphomandra betacea) Fani Lande Pakiding; Junaedi Muhidong; Olly Sanny Hutabarat
Jurnal Agritechno Jurnal Agritechno Vol. 8, Nomor 2, Oktober 2015
Publisher : Depertemen Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (957.488 KB) | DOI: 10.20956/at.v8i2.78

Abstract

Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk komoditi hortikultura unggulan dan hanya tumbuh di daerah dataran tinggi sehingga penanganan pasca panen yang tepat sangat dibutuhkan agar tidak merusak kualitas buah. Terung belanda sering mengalami kerusakan karena beberapa faktor yaitu faktor fisiologis, mekanis, hama dan penyakit. Buah matang yang sudah dipetik dan disimpan pada suhu kamar hanya dapat bertahan lima sampai enam hari dan setelah itu kulit buah akan memar kemudian membusuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisik meliputi distribusi berat dan volume dan tingkat kekerasan bahan, rolling angle serta perubahan warna dengan waktu penyimpanan selama 7 hari pada suhu 290C dan suhu 90C sehingga dapat menjadi acuan dan referensi dasar untuk industri pengolahan terung belanda. Hasil penelitian menunjukkan distribusi berat maupun volume terung belanda mendekati pola distribusi normal. Pengujian tingkat kekerasan tidak terlalu berpengaruh terhadap volume dan berat karena tidak memiliki suatu pola yang saling berhubungan, begitupula pada pengujian rollig angle terhadap volume dan berat pada terung belanda. Pada proses pengamatan warna selama 7 hari dengan menggunakan photoshop dan munsell pada suhu 290C maupun suhu 90C menunjukkan perubahan dari warna kuning kemerahan menjadi merah tua, namun buah yang disimpan pada suhu 290C mengalami kerusakan pada penyimpanan hari ke empat dimana terjadi pengerutan sedangkan buah yang disimpan pada suhu dingin tidak mengalami perubahan fisik.