Pencemaran nama baik diatur di Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pada Pasal 27 ayat (3)fokus pemidanannya tidak dititikberatkan atau hanya terbatas pada perasaan korban saja, melainkan kepada perbuatan pelaku pencemaran nama baik yang dilakukan dengan sengaja (dolus). Hal ini tentunya menjadi pertanyaan baru, lantas bagaimana tindakan yang dilakukan tanpa sadar (kelalaian) oleh pelaku pencemaran nama baik, artinya tindakan yang dilakukan oleh pelaku tersebut tanpa sadar telah membawa efek kedepannya yang mengakibatkan nama baik atau kehormatan seseorang tercederai. Pada hukum pidana, seseorang yang melakukan perbuatan yang dinilai telah menyalahi suatu hal dapat dikenakan kepadanya tanggung jawab hukum. Prinsip dasar tanggungjawab dari kesalahan memiliki arti bahwa seseorang harus dapat dipertangungjawabkan karena ia melakukan kesalahan, yang kesalahan tersebut timbul akibat dari tindakannya baik itu karena kesengajaan (dolus) ataupun karena kelalaiannya (culpa), sehingga karena hal itu ia harus dapat bertangungjawab karena merugikan orang lain. Kesalahan akibat dari kelalaian seseorang dalam menggunakan media sosial dapat dipertanggungjawabkan, karena hal tersebut tentunya menimbulkan kerugian seperti nama baik ataupun kehormatan seseorang tercederai. Tanggungjawab tersebut dapat berupa pengenaan sanksi administratif dan sanksi pidana. Namun dapat pula mengedepankan upaya restorative justice, dengan mempertimbangkan hubungan semula antara pelaku dengan korban seperti yang terdapat pada Putusan Nomor 42/PID.SUS/2021/PT BBL dimana pertimbangan Hakim tingkat banding sejalan dengan pertimbangan Hakim tingkat pertama, dimana dalam hal ini Majelis Hakim mengedepankan upaya restorative justice.