Cryptocurrency merupakan teknologi dengan basis data yang diatur oleh blockchain dan biasa digunakan sebagai mata uang digital namun memiliki kelebihandan kekurangan yang tidak bisa di hindarkan begitu saja, salah satu keuntungan yang ditawarkan cryptocurrency dalam transaksi adalah efisiensi waktu dan tenaga karena dapat dilakukan melalui perangkat komputer ataupun perangkat digital lainnya yang memadai, selain itu, model transaki peer-to-peer atau dari pengirim ke penerima namun tetap tercatat pada jaringan cryptocurrency juga menjadi kelebihan tersendiri dari teknologi ini. Di Indonesia, jenis uang kripto yang pertama kali hadir adalah Bitcoin pada awal tahun 2013 silam melalui exchanger yang ada pada saat itu dengan mekanisme trading, kurang lebih dipasarkan seperti pemasaran pada marketplace. Selain daripada exchanger, mata uang kripto juga masuk ke Indonesia melalui para wisatawan yang berlibur ke bali dengan menukarkan Bitcoin pada money changer tertentu, bahkan pada saat itu ada juga beberapa merchant tertentu yang menerima pembayaran wisatawan asing dengan menggunakan Bitcoin, kemudian mulailah terbentuk komunitas-komunitas kripto yang menghadirkan mata uang kripto dengan berbagai macam bentuk seperti voucher, airdrop hingga reward sebagai hasil dari hasil pencarian di website-website, hingga pada tahun 2017 Bitcoin menjadi viral dan mulai banyak dikenal dimasyarakat Indonesia karena nilainya yang semakin hari semakin meningkat. Sejauh ini, literatur-literatur kajian mengenai cryptocurrency menyimpulkan bahwa hukum dari cryptocurrency adalah haram ketika dilihat dari nilainya yang naik turun. Akan tetapi untuk sampai pada kesimpulan ini tentunya perlu penjabaran lebih lanjut dan tolak ukur yang jelas untuk mengukur dalam kategori sejauh apa haram ini dapat di impelementasikan, apakah haram yang dimaksud terhadap penggunaannya sebagai mata uang, dalam skala investasi atau perolehan keuntungannya dan mekanisme pasarnya yang melibatkan teknologi fin-tech, khususnya di Indonesia sejauh apa respon dari Dewan Syariah yang eksis sebagai bagian dari badan MUI yang ada di Indonesia. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) resmi mengharamkan penggunaan kripto sebagai mata uang. Hal ini diresmikan dalam forum Ijtima Ulama. Hal ini dikarenakan kripto mengandung Gharar, Dharar, juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 tahun 2015. Selain mengharamkan, Cryptocurrency juga tidak sah sebagai komoditas atau aset digital yang diperjualbelikan karena mengandung Gharar, Dharar, Qimar, dan tidak memenuhi syarat Sil’ah secara syar’i. Penelitian ini bersifat preskriptive yaitu, menilai dan memaparkan suatu ketentuan yang telah diatur oleh hukum, boleh atau tidaknya penggunaan mata uang Bitcoin sebagai alat transaksi dalam jual beli, yang kemudian dihadapkan dengan analisis materil maupun praktis yang bersumber dari hukum Islam Metode pendekatan yang digunakan adalah penelitian hukum Islam normatif yaitu, penelitian untuk menemukan hukum konkrit dari bentuk praktik penggunaan mata uang Bitcoin sebagai alat transaksi pembayaran sesuai fatwa MUI, yang telah sesuai atau belum dalam praktiknya yang berdasarkan dengan ketentuan hukum Islam. Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis, baik secara induktif maupun deduktif. Metode induktif digunakan untuk menganalisis tentang halhal yang menjadi konteks dan konsep Bitcoin sebagai mata uang, sehingga dapat diketahui konteks riil Bitcoin. Analisis deduktif dipergunakan untuk menganalisis mengenai konsep mata uang secara hukum Islam dan dikaitkan dengan mata uang Bitcoin. Bitcoin di gunakan alat pembayaran dalam transaksi perdagangan di Indonesia tidak bisa diakui keabsahannya, sebagaimana penjelasan dalam Pasal 21 ayat 2 dalam UU Mata Uang terdapat pengecualian bahwa penggunaan rupiah tidak wajib dalam hal transaksi tertentu dalam rangka, Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, Penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri, Transaksi perdagangan internasional.