Luftinor ., Luftinor
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Penggunaan lilin dari minyak biji karet untuk pembuatan kain batik ., Luftinor
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 25, No 2 (2014): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (618.183 KB)

Abstract

The research aimed to study the use of wax from rubber seed oil and to get the right formula in the process of making batik fabric.  Research treatment included two kinds of wax, rubber seed oil and paraffin, with each composition was 3.0 kg, 2.5 kg, 2.0 kg, 1.5 kg, 1.0 kg, 0.5 kg, 0 kg and 0 kg, 0.5 kg, 1.0 kg, 1.5 kg, 2.0 kg, 2.5 kg, 3.0 kg. Batik wax with a formula which has been created was attached to the fabric according to the desired motifs, further staining process and pelorodan. The results showed that the melting point of the batik wax ranged 48-61°C, 70-90°C for plorodan temperature, motif excellent value range 2-5, color reflectance 7.443 to 9.125, color fastness to laundering 4-5, color fastness to rubbing 4-5 and color fastness to sunlight 4-5. Optimal conditions obtained in batik wax formula IV for mori fabric base with wax melting point 55°C, 80°C temperature plorodan, 4 (good) the value of perfection motif, 7.443 color reflectance, color fastness to washing, rubbing and sun with a value from 4 (good) to 4-5 (good). Formula III for silk fabric base, with a melting point of wax 53°C, 80°C plorodan temperature, the value of perfection motif 4 (good), color reflectance 8.619, color fastness to washing, rubbing and sun with a value from 4 (good) to 5 (very good).  Key words : rubber seeds, batik fabric, wax, plorodan AbstrakPenelitian bertujuan untuk mempelajari penggunaan lilin dari minyak biji karet dan mendapatkan formula yang tepat dalam proses pembuatan kain batik. Perlakuan penelitian meliputi dua jenis lilin yaitu minyak biji karet dan parafin dengan masing-masing komposisi adalah 3,0 kg, 2,5 kg, 2,0 kg, 1,5 kg, 1,0 kg, 0,5 kg, 0 kg dan 0 kg, 0,5 kg, 1,0 kg, 1,5 kg, 2,0 kg, 2,5 kg, 3,0 kg. Lilin batik  dengan formula yang telah dibuat dilekatkan pada kain sesuai dengan motif yang diinginkan, selanjutnya dilakukan proses pewarnaan dan pelorodan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa titik leleh lilin batik berkisar antara 48-61°C, suhu plorodan 70-90°C, nilai kesempurnaan motif berkisar 2-5, reflekstansi warna 7,443-9,125, ketahanan luntur warna terhadap pencucian 4-5, ketahanan luntur warna terhadap gosokan 4-5 dan ketahanan luntur warna terhadap sinar matahari 4-5.  Kondisi optimal diperoleh pada lilin batik formula IV  untuk kain dasar mori dengan titik leleh lilin 55°C, suhu plorodan 80°C, nilai kesempurnaan motif 4 (baik), reflekstansi warna 7,443, ketahanan luntur warna terhadap pencucian, gosokan dan matahari dengan nilai 4 (baik) sampai dengan 4-5 (baik). Formula III untuk kain dasar sutera, dengan titik leleh lilin 53°C, suhu plorodan 80°C, nilai kesempurnaan motif 4 (baik), reflekstansi warna 8,619,ketahanan luntur warrna terhadap pencucian, gosokan dan sinar matahari dengan nilai 4 (baik) sampai dengan 5 (sangat baik). Kata Kunci : Biji karet, Kain batik,  lilin, plorodan
Pada benang poliester untuk kain songket Palembang ., Luftinor
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 23, No 1 (2012): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1914.989 KB)

Abstract

Research polyester yarn dyeing using disperse dyes temperature high systems have been carried out in order to get the exact coloration of polyester yarn and the yarn can be used for the manufacture of Palembang songket cloth. Coloring process is done by varying the temperature of a solution of disperse dyes respectively 110 oC, 120 oC, 130 oC and 140 oC, the coloring process each 15 minutes, 30 minutes, 45 minutes and 60 minutes. Yarn dyeing results of testing the color of old age, color fastness to washing and color fastness to rubbing. Increase the temperature of dye solution and the aging process can improve the color staining, while the color fastness to washing and color fastness to rubbing tends to remain. Optimal condition is obtained at a temperature of 130 °C dyesolution and the staining process produces aging 45 minute color (the value of K/S) 24.40, color fastness to washing each worth 5 (very good) for color change and staining, resistance color fastness to rubbing is worth 5 (very good) for the dry rub and 4.5 (good) for wet rubbing.Keywords : Songket cloth, polyester, coloring, high temperature AbstrakPenelitian pewarnaan benang poliester dengan menggunakan zat warna dispersi sistem temperatur tinggi telah dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan proses pewarnaan benang poliester yang tepat dan benangnya dapat digunakan untuk pembuatan kain songket Palembang. Proses pewarnaan dilakukan dengan memvariasikan temperatur larutan zat warna dispersi masing-masing 110 oC, 120 oC, 130 oC dan 140 oC, waktu proses pewarnaan masing-masing 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit. Benang hasil pewarnaan dilakukan pengujian berupa ketuaan warna, ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan ketahanan luntur warna terhadap gosokan. Meningkatkan temperatur larutan zat warna dan waktu proses pewarnaan dapat meningkatkan ketuaan warna, sedangkan ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan ketahanan lunturwarna terhadap gosokan cenderung tetap. Kondisi optimal diperoleh pada temperatur larutan zat warna 130 oC dan waktu proses pewarnaan 45 menit menghasilkan ketuaan warna (nilai K/S) 24,40, ketahanan luntur warna terhadap pencucian masing-masing bernilai 5 (sangat baik) untuk perubahan dan penodaan warna, ketahanan luntur warna terhadap gosokan bernilai 5 (sangat baik) untuk gosokan kering dan 4,5 (baik) untuk gosokan basah.Kata kunci : Kain songket, poliester, pewarnaan, suhu tinggi
Penggunaan karet alam untuk pembuatan rubber cots mesin ring spinning ., Luftinor
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 26, No 1 (2015): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.245 KB)

Abstract

The purpose of the research was to get the correct rubber compound formula in the making of Rubber cots for Ring spinning machine. The research was conducted by varying the combination of natural rubber (RSS) and synthetic rubber (NBR) in three level with 100 phr, 75 phr, and 50 phr as well as 70 phr, 60 phr, and 50 phr of Zeosil filler. From the conducted research was obtained nine kinds of rubber compound. All the nine kinds of rubber compound then vulcanized to obtain Rubber cots products, after that physical tests such as hardness test, tensile strength test, tensile stress test, elongation at break test, tear resistance test, abrasion resistance test, density test, compression set test, ozone resistance test and yarn unevenness test. Almost all the results of the physical tests to the Rubber cots compound meet the quality standard, except for the result of hardness test and the tensile test. Optimal condition where the quality standards would be met for the physical test and yarn unevenness test is at the use of RSS 100 phr with 70 phr Zeosil of compound rubber raw material. From that condition was obtained 89 Shore A of hardness, tensile strength of 138 kg/cm2; tensile stress of 130 kg/cm3; elongation at break of 400%, tear resistance of 133 kg/cm3, abrasion resistance of DIN 268 mm3, density of 1.17; permanent compression of 75%; ozone resistance unbroken; and yarn unevenness value is at 13.5U%.Keywords : yarn, spinning, rubber cots, zeosilAbstrakTujuan penelitian adalah untuk mendapatkan formula kompon karet yang tepat dalam pembuatan Rubber cots mesin Ring spinning, telah dilakukan penelitian dengan memvariasikan jumlah karet alam RSS dan karet sintetis (NBR) dalam 3 tingkatan perlakuan masing-masing 100 phr, 75 phr, dan 50 phr serta bahan pengisi Zeosil 70 phr, 60 phr dan 50 phr, diperoleh 9 macam kompon karet. Kesembilan macam kompon karet tersebut divulkanisasi untuk mendapatkan produk Rubber cots, selanjutnya dilakukan uji fisika berupa kekerasan, tegangan putus, tegangan tarik, perpanjangan putus, ketahanan sobek, ketahanan kikis, berat jenis, pampatan tetap, ketahanan ozon dan ketidakrataan benang. Hasil uji sifat fisika karet kompon Rubber cots secara keseluruhan hampir memenuhi standard mutu, kecuali hasil uji kekerasan dan tegangan tarik. Kondisi optimal dimana hasil uji sifat fisika Rubber cots dan uji ketidakrataan benang mendekati standard mutu diperoleh pada kompon Rubber cots I menggunakan bahan baku karet RSS 100 phr dan bahan pengisi Zeosil 70 phr, diperoleh nilai kekerasan 89 shore A, tegangan putus 138 kg/cm2; tegangan tarik 130 kg/cm2; perpanjangan putus 400%; ketahanan sobek 133 kg/cm2; ketahanan kikis 268 DIN mm3; berat jenis 1,17; pampatan tetap 75%; dan ketahanan ozon tidak retak, kemudian diperoleh ketidakrataan benang dengan nilai 13,5U%.Kata kunci : benang, pemintalan, rubber cots, zeosil
Perbandingan penggunaan beberapa jenis zat warna dalam proses pewarnaan serat nanas ., Luftinor
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 22, No 1 (2011): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2735.567 KB)

Abstract

The research in pineapple fibre coloring has been done by comparing 3 coloring agents which consisted of reactive, napthol and vessel coloring agents. The research objective was to determine the proper coloring agents used in pineapple fibre coloring. It was started by fibre decortification/separation process, degumming process using 5 g/l, 10 g/l, 15 g/, 20 g/l, and 25 g/l of caustic soda solution followed by coloring process by using reactive, napthol and vessel coloring agents at 4%, 6%, and 8% concentration. The tests for previously colored pineapple fibre were consisted of color level, color fastness towashing and color fastness to ironing. The results showed that increase in caustic soda concentration at degumming process can increase color level and color fastness, whereas increase in concentration of coloring agent solution can increase the color level. The optimum condition was found in degumming process by using caustic soda concentration of 15 g/l, reactive coloring agent concentration of 6% having color level (K/S value) of 22,69, color fastness to washing of 4–5 (good), and color fastness to ironing of 4–5 (good) for dry ironing as well as 4 (good) for wet ironing.Keywords: Pineapple fibre, decortification, coloring agent, reactive AbstrakPenelitian pewarnaan serat nanas telah dilakukan dengan membandingkan penggunaan 3 jenis zat warna, yaitu zat warna reaktif, zat warna naphtol dan zat warna bejana, tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan zat warna yang tepat dapat digunakan dalam proses pewarnaan serat nanas. Percobaan dimulai dari proses dekortikasi/pemisahan serat, proses degumming menggunakan larutan soda kaustik 5 g/l, 10 g/l, 15 g/l, 20 g/l dan 25 g/l, dilanjutkan dengan proses pewarnaan masing-masing dengan menggunakan zat warna reaktif, zat warna naphtol dan zat warna bejana, dengan konsentrasi larutan zat warna masing-masing 2%, 4%, 6% dan 8%. Pengujian dilakukan terhadap serat nanasyang sudah diwarnai meliputi ketuaan warna, ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan ketahanan luntur warna terhadap gosokan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatkan konsentrasi soda kaustik dalam proses degumming dapat meningkatkan ketuaan warna dan ketahanan luntur warna, sedangkan meningkatkan konsentrasi larutan zat warna dalam proses pewarnaan dapat meningkatkan ketuaan warna. Kondisi optimal dalam proses pewarnaan serat nanas diperoleh pada proses degumming dengan konsentrasi soda kaustik 15 g/l, menggunakan zat warna reaktif dengan konsentrasi zat warna 6%, menghasilkan ketuaan warna (nilai K/S) 22,69,ketahanan luntur warna terhadap pencucian 4–5 (baik) dan ketahanan luntur warna terhadap gosokan 4–5 (baik) untuk gosokan kering dan 4 (baik) untuk gosokan basah.Kata Kunci: Serat nanas, dekortikasi, zat warna, reaktif
Penggunaan bentonit sebagai pengental dalam proses pewarnaan kain tenun palembang ., Luftinor
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol 22, No 2 (2011): JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI
Publisher : Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1820.548 KB)

Abstract

This study aims to determine the extent of bentonite can be used as athickener in the process of dyeing cloth dab Tajung Palembang and research has been carried out starting with the manufacture of materials bentonite thickener, making pastadab by varying the concentration of bentonite 100, 200, 300 and 400 g / 1 kg of pasta dab.Each pasta stored for 0 days, 2 hours and 4 days, yarn material that has been compiled inorder to design stained by using a paste pencoletan dab dye that has been prepared in accordance with the desired pattern, then aerated, then washed and dried woven. Woven fabric obtained by testing the aging of color, the color fastness to washing and rubbing, the sharpness of the motive, the stiffness of cloth and dab the stability of the paste. Results showed that increasing the concentration of bentonite in the pasta dab will improve the sharpness Tajung fabric pattern, did not reduce either thecolor fastness to washing andpolishing cloth and does not add stiffness. Optimalconditions in the process of dyeingcloth dab Tajung Palembang bentonite obtained at a concentration of 200 g / 1 kg of pastapasta dab dab and long storage 0 days, producing a color decay K / S 16.21, colorfastness to washing and rubbing each 4 - 5, 4 and 3-4 and the sharpness of motif 3.0.Keywords : bentonite, paste, dab AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana bentonit dapat digunakan sebagai pengental dalam proses pewarnaan colet kain Tajung Palembang dan penelitian sudah dilakukan dimulai dengan pembuatan pengental dari bahan bentonit, pembuatan pasta colet dengan memvariasikan konsentrasi bentonit 100, 200, 300 dan 400 g/1 kg pasta colet. Masing-masing pasta disimpan selama 0 hari, 2 hari dan 4 hari, bahan benang yang telah disusun dalam rangka disain diwarnai dengan cara pencoletan menggunakan pasta zat warna colet yang telah disiapkan sesuai dengan motif yang diinginkan, selanjutnya diangin-anginkan, dicuci dan dikeringkan kemudian ditenun. Kain tenun yang diperoleh dilakukan pengujian berupa ketuaan warna, ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan gosokan, ketajaman motif, kekakuan kain dan kestabilan pasta colet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi bentonit dalam pasta colet akan meningkatkan ketajaman motif kain Tajung, tidak mengurangi ketahanan luntur warna baik terhadap pencucian maupun gosokan dan tidak menambah kekakuan kain. Kondisi optimal dalam proses pewarnaan colet kain Tajung Palembang diperoleh pada konsentrasi bentonit 200 g/1 kg pasta colet dan lama penyimpanan pasta colet 0 hari, menghasilkan ketuaan warna K/S 16,21, ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan gosokan masing-masing 4-5, 4 dan 3-4 serta ketajaman motif 3,0.Kata kunci : bentonit, pasta, colet