. The purpose of this study was to determine the life history background of KH. Hayyung in conducting the Islamic research in Selayar and the role of K.H. Hayyung to seize and defend the Indonesian independence, especially in Selayar. The type of this study was a qualitative research using historical research methods, including (i) Heuristics (ii) Criticism (iii) Interpretation (iv) Historiography with other supporting science theory approaches, such as (i) Renewal Theory and (ii) Collective Action Theory. The results of this study revealed that K.H. Haiyyung had a Buginese aristocratic lineage of Pammana Wajo through his father named La Mattulada (Haji Abdul Rahim) with the title of ‘Fetta’. At 12 years old, he started to study Islam in the Al-Falah Islamic Boarding School, Marwah. The struggle of K.H. Haiyyung to the Islamic developmental in Selayar divided into two struggle phases. The first phase was characterised by an idea which intended to return Islamic teachings into its appropriate guidances. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang kehidupan KH. Hayyung dalam melakukan pembaharuan ajaran Islam di Selayar serta peranan K.H. Hayyung masa merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia khususnya di Selayar. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan metode penelitian sejarah yaitu (i) Heuristik (ii) Kritik (iii) Interpretasi (iv) Historiografi dengan pendekatan teori ilmu bantu lain, seperti (i) Teori Pembaruan dan (ii) Teori Aksi Kolektif. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa K.H. Haiyyung mempunyai garis bangsawan Bugis Pammana Wajo melalui ayahnya yang bernama La Mattulada (Haji Abdul Rahim) dengan gelar Fetta. Mempelajari Islam dimulai sejak usia 12 tahun dengan belajar di Pondok Pesantren Al-Falah di Marwah. Perjuangan K.H. Haiyyung dalam perkembangan Islam di Selayar dibagi kedalam dua fase perjuangan. Fase pertama ditandai dengan ide pembaharuan yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan Sunah dengan mendirikan Muhammadiyah sebagai media pembaharuan ajaran agama Islam. Fase kedua ditandai dengan partisipasi K.H. Haiyyung dalam upaya merebut dan mempertahankan kemerdekaan melalui pembentukan Hizbullah yang merupakan cikal bakal AMRIS sebagai wadah perjuangan yang beranggotakan santri pengajian Muhammadiyah. Selanjutnya, dalam hal pemerintahan K.H. Haiyyung menjadi anggota urusan agama.