Nadia Wirantari, Nadia
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Urticaria and Angioedema: Retrospective Study Wirantari, Nadia; Prakoeswa, Cita Rosita Sigit
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol 26, No 3 (2014): BIKKK DESEMBER 2014
Publisher : Faculty Of Medicine Airlangga University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (119.918 KB) | DOI: 10.20473/bikkk.V26.3.2014.1-7

Abstract

Background: Urticaria is a common disorder that often presents with angioedema. Angioedema which may lead to laryngeal involvement, asphyxiation, and urticaria lasting more than 72 hours, are indications of hospitalization. Purpose: To describe the distribution, duration of hospitalization, trigger factor, clinical form, diagnostic, and therapeutic approach in urticaria and angioedema patients in Dermaro-venerelogy Departement Dr. Soetomo General Hospital during year 2011-2013. Methods: Retrospective study using medical records of new patients with urticaria and/ or angioedema in Dermatovenereology Ward st thduring 1 January 2011 until 31 December 2013. Basic data, anamnesis, physical examination, diagnostic, and therapeutic approach are recorded. Results: There were 42 new patients with urticaria and/or angioedema (2.3% of all Dermatoveneorology inward patients), with mean length of stay 4-6 days (57.1%), chief complaint of itch, hives, and swelling (42.8%), lesions occur for less than 6 weeks (92.9%), for the first time (54.8%), with episodes of less than 72 hours (45.3%). Urtica and angioedema were the most often clinical findings (38.1%), complete blood count and urinalysis were routinely examined (100% and 97.6% respectively). Treatment combination of corticosteroid and antihistamin H1 was the most commonly prescribed (64.0%). Conclusion: Urticaria along with angioedema was the most common condition in inward patients, thus combination therapy of antihistamin H1 and corticosteroid were most often needed.Key words: urticaria, angioedema, retrospective study.
Penggunaan Kalsineurin Inhibitor sebagai Imunomodulator Topikal pada Terapi Dermatitis Atopik Wirantari, Nadia; Prakoeswa, Cita Rosita Sigit
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol 26, No 2 (2014): BIKKK AGUSTUS 2014
Publisher : Faculty Of Medicine Airlangga University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (491.525 KB) | DOI: 10.20473/bikkk.V26.2.2014.1-7

Abstract

Latar belakang: Dermatitis atopik (DA) adalah inflamasi kronis yang kambuh-kambuhan pada kulit. Kortikosteroid topikal adalah terapi topikal lini pertama pada DA tetapi terdapat efek samping dalam penggunaan jangka panjang seperti atrofi kulit. Akhir-akhir ini kalsineurin inhibitor topikal (KIT) digunakan sebagai terapi DA. Tujuan: Memberikan pengetahuan tentang profil, mekanisme kerja, efektivitas, dan efek samping topikal kalsineurin inhibitor sebagai imunomodulator terapi DA. Tinjauan pustaka: Manifestasi klinis DA adalah gatal dan lesi kulit eksematus kronik dan kambuh-kambuhan. Pengobatan DA tergantung keparahan gejala. Kebanyakan kasus membutuhkan emolien untuk kulit kering dan kortikosteroid topikal saat kambuh. Kalsineurin inhibitor sebagai imunomodulator topikal telah disetujui oleh FDA sebagai terapi DA. Sediaan KIT terdapat dua macam, yaitu salep takrolimus sediaan 0,1% dan 0,03%, serta krim pimekrolimus 1%. Cara kerjanya melalui inhibisi kalsineurin, yang menghambat aktivasi sel T dan produksi sitokin proinflamasi. Banyak penelitian yang membandingkan KIT dengan plasebo, kortikosteroid topikal dan satu sama lain, dan telah menunjukkan efektivitas dan keamanan KIT sebagai terapi DA. Simpulan: KIT efektif dan aman untuk terapi lini kedua DA. Takrolimus dan pimekrolimus memiliki efektivitas lebih tinggi dibandingkan plasebo, dan lebih rendah dibandingkan kortikosteroid topikal. Takrolimus lebih efektif dari pimekrolimus, dan dapat digunakan untuk DA yang lebih berat, namun dengan efek samping yang lebih besar.Kata kunci: dermatitis atopik, kalsineurin inhibitor topikal, takrolimus, pimekrolimus.