AbstrakPlatform Trading dengan Obsi Biner atau memilih satu di antara dua, merupakan platform yang dianggap oleh OJK lebih mirip dengan nomor, dimana hal ini merunjuk pada Undang-undang nomor 10 tahun 2011 tentang perubahan atas undang-undang 32 tahun 1997 didalam undang-undang ini terdapat pasal yang dapat memastikan praktik Binary Option tidak sesai dengan yang diatur oleh undang-undang tersebut, namun trading opsi biner dapat beredar dengan pesat karena para pemilik platform opsi biner menggunakan jasa para influencer untuk menyebarluaskan platform tersebut. yang menakibatkan Trading dengan bentuk Binary Option belum dapat dipastikan Legalitasnya di Indonesia. Hal ini menimbulkan masalah hukum baru berupa kegiatan merekomendasikan platform yang tidak memiliki legalitas di Indonesia serta dilarang oleh OJK, hal ini mengikat bagi pihak yang melakukan kegiatan rekomendasi atau kerap disebut dengan pompom saham. Kegiatan pompom saham marak dilakukan oleh para figur publik yang dikenal oleh masyarakat yang tidak memperhatikan terlebih dahulu mengenai Legalitas dari perdagangan Binary Option, Adapun beberapa pihak yang mekaukan Kerjasama dengan pemilik aplikasi dan mengambil keuntungan dari kegagalan para pemain Binary Option. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undangan, pendekatan pendekatan dan pendekatan konseptual. Jurnal ini menemukan beberapa masalah yang perlu menjadi perhatian pemerintah seperti yang dibutuhkannya undang-undang khusus yang mengatur mengenai aplikasi opsi biner masuk dalam kategori perjudian atau penipuan, aturan khusus mengenai influencer yang mendapatkan komisi yang disebut afiliator, serta aturan ketat terhadap influencer untuk melakukan rekomendasi , juga edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah terpengaruh kegiatan apa yang ditemukan di media sosial.Kata Kunci: Opsi Biner, Afiliator, Trading, Judi, Penipuan, Platform AbstractTrading Platform with Binary Obsi or choosing one of the two, is a platform that is considered by OJK to be more similar to numbers, where this refers to Law number 10 of 2011 concerning amendments to Law 32 of 1997 in this law there are an article that can ensure that the practice of Binary Options is not in accordance with what is regulated by the law, but binary options trading can circulate rapidly because the owners of the binary options platform use the services of influencers to spread the platform. which results in trading in the form of Binary Options, the legality of which cannot be ascertained in Indonesia. This raises new legal problems in the form of activities recommending platforms that do not have legality in Indonesia and are prohibited by the OJK, this is binding on those who carry out recommendation activities or often referred to as stock pompoms. Stock pompom activities are rampantly carried out by publik figures who are known to the publik who do not pay attention to the legality of Binary Option trading, as for several parties who collaborate with application owners and take advantage of the failures of Binary Option players. The approach method used is a normative legal research method, namely legal research conducted by examining library materials or secondary data. The approach used is the invitation approach, the approach approach and the conceptual approach. This journal finds several issues that need the government's attention, such as the need for special laws governing binary options applications in the gambling or fraud category, special rules regarding influencers who get commissions called affiliates, as well as strict rules for influencers to make recommendations, also educating the publik so that they are not easily influenced by what activities are found on social media.Keywords: Binary Options, Affiliate, Trading, Gambling, Fraud, Platform