Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

GREEN BUILDING DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KONSEP HEMAT ENERGI MENUJU GREEN BUILDING DI JAKARTA RA Laksmi Widyawati
Jurnal KaLIBRASI - Karya Lintas Ilmu Bidang Rekayasa Arsitektur, Sipil, Industri Vol. 2 No. 1 (2019): KaLIBRASI March 2019
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Borobudur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (540.676 KB) | DOI: 10.37721/kal.v13i0.463

Abstract

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip  untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (sumber:  Brundtland Report dari PBB).   Pembangunan berkelanjutan bisa dicapai jika ada kepedulian baik dari pihak pemerintah maupun swasta dalam merencanakan dan mengelola perkembangan kota, dengan memperbaiki atau mengurangi kerusakan lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosialGreen Building merupakan bangunan berkelanjutan yang mengarah pada struktur dan pemakaian proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan hemat sumber daya sepanjang siklus hidup bangunan tersebut, mulai dari pemilihan tempat sampai desain, konstruksi, operasi, perawatan, renovasi, dan peruntukan. Bangunan dikatakan sudah menerapkan konsep bangunan hijau (green building) jika berhasil melalui proses evaluasi penilaian  yang disebut Sisterm Rating. Di Indonesia, sistem rating ini disusun oleh Green Building Council Indonesia (GBCI). Pada tahun 2018 Green Building Council Indonesia (GBCI) menyatakan, gedung komersial yang mendapatkan sertifikat Bangunan Hijau (Greenship) baru 20 gedung. Hal ini sudah meningkat disbanding tahun 2015 baru 8 gedung bersertifikat greenship. Periode berlakunya sertifikasi selama 3 tahun, jadi perlu usaha mempertahankan kualitas “ramah lingkungan” agar tidak turun grade.Berbagai usaha bisa dilakukan untuk memenuhi kriteria Greenship pada saat merancang bangunan baru. Namun untuk bangunan yang sudah berdiri hal ini bisa dilakukan dengan perbaikan manajemen operasional, perbaikan peruntukan lahan, atau pembenahan utilitas Gedung. Penelitian saya menekankan pada bagaimana memenuhi kriteria greenship.Kata Kunci : green building, hemat energi, pembangunan berkelanjutan
PREFERENSI DAN PERSEPSI VISUAL ELEMEN FISIK KOTA PADA AREA TITIK NOL KOTA YOGYAKARTA RA Laksmi Widyawati
Jurnal KaLIBRASI - Karya Lintas Ilmu Bidang Rekayasa Arsitektur, Sipil, Industri Vol. 4 No. 1 (2021): KaLIBRASI March 2021
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Borobudur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1316.18 KB) | DOI: 10.37721/kalibrasi.v4i1.777

Abstract

The physical development of Yogyakarta City refers to the philosophy of itsformation, but tries to be adaptive to development. The imaginary axis lines of Yogyakartacity planning are strengthened and beautified, so that it can be appreciated and enjoyed byits citizens. The strengthening of this axis is done by improving the physical elementsaround the axis, maintaining kolonial buildings, strengthening pedestrians and open spacesas well as street furniture. The Zero Point Area, which is the final node of the Malioboropedestrian and bordering the Kraton area, is interesting to study because it has developedboth physical elements and supporting activities so that it becomes one of the choices forpublic spaces in Yogyakarta.This paper is the result of observations / studies of the visual perceptions of urbanresidents towards the physical elements of the city, and is complemented with theirfunctional preferences. These two things are expected to illustrate how city residentsappreciate their city. Before going to the field, I first conducted a visual perception of thephysical elements of the city by referring to the theory of visual perception, which is appliedto the physical elements of the city. During the pandemic, urban space is not optimallyfunctioning, but city residents who have lived in Yogyakarta for more than 2 years can stillappreciate it both in the form of memories before the pandemic and this pandemic period.Keywords: visual perception, preferences, physical elements of the city, zero point area