Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Peralihan Hak Atas Tanah melalui Jual Beli yang Menjadi Obyek Sengketa Serta Akibat Hukum Jual Beli Hak Atas Tanah yang Belum didaftarkan Ditinjau dari UU No 5 Tahun 1960 Nabilah Khairunnisa Darwin; Gunawan Djajaputra
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 5 No. 1 (2023): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v5i1.10931

Abstract

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan peralihan hak atas tanah melalui jual beli tanah menurut UUPA dan kendala apakah yang dihadapi dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah melalui jual beli tanah menurut UUPA.Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Pelaksanaan peralihan hak atas tanah melalui jual beli tanah menurut UUPA dimana Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Dialihkan menunjukkan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar-menukar dan hibah wasiat. Jadi, meskipun dalam pasal hanya disebutkan dialihkan, termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena dilakukannya jual beli. 2. Kendala Kendala dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah melalui jual beli tanah menurut UUPA diantaranya adalah dengan berakhirnya hak hak atas tanah menurut sistem UUPA, yaitu hak atas tanah itu berakhir tanpa kerja sama dalam artian relatif atau pun sepersetujuan seperti yang kita kenal untuk sahnya suatu persetujuan seperti yang diatur oleh Pasal 1320 BW dari pemiliknya semula.  Pemilik tanah dapat kehilangan sama sekali haknya (karena melanggar ketentuan prinsip nasionalitas, ataupun melanggar haknya) ataupun dipaksa untuk menyerahkan haknya itu kepada orang lain, karena pelelangan tanahnya karena menunggak pembayaran piutangnya, ataupun diserahkan kepada Negara atau pihak ketiga lainnya karena pencabutan hak ataupun pembebasan hak pembangunan.    
PENERAPAN ASAS UTMOST GOOD FAITH DALAM MELAKSANAKAN TANGGUNG JAWAB ASURANSI Caroline Tresnoputri; Gunawan Djajaputra
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 12 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i12.p11

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi Penanggung dan Tertanggung dengan dasar keberadaan asas itikad baik dari kedua belah pihak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative dengan pendekatan perundang-undangan. Penerapan prinsip utmost good faith atau prinsip itikad baik merupakan prinsip dasar yang wajib dilakukan oleh Penanggung dan sifatnya selalu pembaharuan, yang artinya bahwa dalam masa berjalannya perjanjian asuransi yang dilakukan antara Penanggung dan Tertanggung, seluruh informasi yang berkaitan dengan pembaharuan ketentuan dan/atau informasi perusahaan, Penanggung memiliki kewajiban untuk memberi tahu kepada Tertanggung sebagai bentuk penerapan asas itikad baik. Akibat hukum dari pelanggaran terhadap asas itikad baik atau utmost good faith tersebut adalah perjanjian asuransi yang telah dibuat oleh Penanggung dan Tertanggung dalam hal ini dapat dibatalkan oleh pihak Penanggung. Dasar hukum yang kemudian dapat digunakan untuk membatalkan perjanjian asuransi tersebut dapat didasari dengan adanya keberadaan Pasal 1320 KUHPerdata Jo. Pasal 251 KUHD. Pembatalan perjanjian tersebut dapat berupa para pihak tidak memiliki kewajiban untuk melakukan pemenuhan tanggung jawab yang dimiliki. This article aims to provide legal protection for insurers and insureds based on the existence of the principle of good faith on both parties. This research uses normative juridical research methods with a statutory approach. The application of the principle of utmost good faith or the principle of good faith is a basic principle that must be carried out by the Insurer and is always updated, which means that during the period of the insurance agreement between the Insurer and the Insured, all information relating to the renewal of provisions and/or company information, The Insurer has an obligation to notify the Insured as a form of implementing the principle of good faith. The legal consequence of violating the principle of good faith or utmost good faith is that the insurance agreement that has been made by the Insurer and the Insured, in this case, can be canceled by the Insurer. The legal basis that can then be used to cancel the insurance agreement can be based on the existence of Article 1320 of the Jo Civil Code. Article 251 of the Criminal Code. Cancellation of the agreement may result in the parties not having the obligation to fulfill their responsibilities.