Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi makna mengenai identitas penyandang disabilitas Tuli yang direpresentasikan melalui konten Instagram. Dengan fokus pada akun Amanda Farliany, seorang konten kreator Tuli, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis konten. Sampel dipilih secara purposive dari lima video pendek (Reels) yang merepresentasikan tema edukasi, aspirasi, dan interaksi keluarga. Sebagai pisau analisis, penelitian ini menerapkan teori representasi Stuart Hall, khususnya dengan menelaah dua sistem utamanya: sistem representasi mental dan sistem bahasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media sosial telah menjadi sarana krusial bagi individu Tuli untuk secara aktif merekonstruksi stigma sosial yang selama ini dilekatkan oleh media konvensional. Melalui kontennya, Farliany secara sadar memproduksi makna dan menyajikan konsep diri yang tegas: individu yang tidak butuh dikasihani, produktif dan percaya diri. Konsep ini diekspresikan melalui bahasa multimodal yang kaya, memanfaatkan gestur, ekspresi, teks dan audio untuk menjembatani kesenjangan komunikasi. Konten yang ia produksi tidak hanya mengubah persepsi publik, tetapi juga menjadi sarana bagi Farliany untuk menegaskan dan membangun identitas Tuli yang berdaya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa media sosial berfungsi sebagai ruang vital untuk pembentukan identitas dan advokasi diri.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi makna mengenai identitas penyandang disabilitas Tuli yang direpresentasikan melalui konten Instagram. Dengan fokus pada akun Amanda Farliany, seorang konten kreator Tuli, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis konten. Sampel dipilih secara purposive dari lima video pendek (Reels) yang merepresentasikan tema edukasi, aspirasi, dan interaksi keluarga. Sebagai pisau analisis, penelitian ini menerapkan teori representasi Stuart Hall, khususnya dengan menelaah dua sistem utamanya: sistem representasi mental dan sistem bahasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media sosial telah menjadi sarana krusial bagi individu Tuli untuk secara aktif merekonstruksi stigma sosial yang selama ini dilekatkan oleh media konvensional. Melalui kontennya, Farliany secara sadar memproduksi makna dan menyajikan konsep diri yang tegas: individu yang tidak butuh dikasihani, produktif dan percaya diri. Konsep ini diekspresikan melalui bahasa multimodal yang kaya, memanfaatkan gestur, ekspresi, teks dan audio untuk menjembatani kesenjangan komunikasi. Konten yang ia produksi tidak hanya mengubah persepsi publik, tetapi juga menjadi sarana bagi Farliany untuk menegaskan dan membangun identitas Tuli yang berdaya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa media sosial berfungsi sebagai ruang vital untuk pembentukan identitas dan advokasi diri.