Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan terhadap barang dan jasa yang mengalami pertambahan nilai dan dikenakan pada konsumen akhir. Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP bukan konsumen akhir, oleh karena wajib menghitung, memungut dan melaporkan PPN dengan mekanisme PM dan PK. Jika PM lebih besar dari PK maka ada kelebihan Pajak atau sebaliknya maka kurang bayar. Apabila lebih bayar pada akhir tahun bisa restitusi atau untuk Wajib Pajak tetrtentu dapat mengajukan pengembalian pendahuluan. Tugas Akhir ini membahas proses restitusi PPN di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pluit Jakarta. Tujuannya untuk mengetahui apakah prosedur pengembalian pajak atau restitusi sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, jumlah PKP yang mengajukan kelebihan bayar , jangka waktu proses, kendala dalam proses tersebut serta upaya yang telah dilakukan. Dasar Hukum UU HPP No 7 Tahun 2021 atas perubahan terakhir UU PPN no 8 Tahun 1983. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan tanya langsung dengan ppegawai, mengumpulkan informasi berupa observasi dan wawancara. Proses Restitusi Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pratama Jakarta Pluit sudah sesuai dengan prosedur standar tata cara penyelesaian permohonan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk Wajib Pajak yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak. Hambatannya adalah adanya Wajib Pajak yang terlambat menyampaikan SPT Masa PPN, kurang lengkapnya dokumen pendukung, dan pajak keluaran terkadang tidak melaporkan. Upaya Kantor Pelayanan Pratama (KPP) Jakarta Pluit menghimbau kepada Wajib Pajak untuk segera melaporkan SPT Masa PPN dan mengupayakan agar tidak terjadi kecurangan yang dapat dilakukan Wajib Pajak