Berdasarkan catatan Global Forest Watch, Indonesia dalam lima tahun terakhir menduduki peringkat keempat di dunia sebagai negara yang mengalami deforestasi terbesar. Sementara itu pula, Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah di Indonesia khususnya di Sumatera yang memiliki jumlah tutupan hutan setiap tahunnya. Deforestasi di Aceh terjadi melalui berbagai cara, seperti illegal logging, kebakaran hutan, atau konversi lahan hutan menjadi perkebunan. Media yang seharusnya berfungsi sebagai pendidik, pengawas, dan pemberi informasi, ternyata tidak memberikan liputan yang memadai tentang kasus perusakan hutan di Aceh. Dari pengamatan awal peneliti terhadap tiga media lokal, selama lima tahun terakhir sangat sedikit media lokal yang meliput berita tentang perusakan hutan dengan kualitas liputan yang baik. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji bagaimana penerapan profesionalisme jurnalis dalam meliput kasus deforestasi di Aceh Barat, kendala dan solusi jurnalis dalam menghadapi tantangan pemberitaan kasus deforestasi di lapangan. Profesionalisme jurnalis dalam kasus deforestasi dapat dikaji dari sudut pandang sains dan jurnalisme lingkungan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif deskriptif untuk mengungkap pengalaman jurnalis selama meliput di lapangan melalui wawancara mendalam, focus group discussion, dan dokumentasi terhadap enam wartawan lokal yaitu dari TV One, TVRI Aceh, Puja TV, RRI Aceh Barat, AJNN, dan Catat.co. Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan jurnalisme berbasis sains dan lingkungan terlihat tidak ideal diterapkan oleh jurnalis di Aceh Barat dengan berbagai kendala dan tantangan. Adapun hal yang peneliti temukan mengenai beberapa tekanan yang menjadi kendala dan tantangan bagi jurnalis lokal dalam menerapkan jurnalisme berbasis sains dan lingkungan pada pemberitaan kasus kerusakan hutan dan lingkungan diantaranya kemandirian, akses informasi, kerjasama dengan berbagai sumber informasi, dan pelatihan khusus bagi jurnalis.