Bambang Sucondro
Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

POLITIK HUKUM DAN KELEMAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA Bambang Sucondro
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 01 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i1.241

Abstract

Berbagai pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia hingga kini dianggap masih belum tuntas diselesaikan. Padahal dari segi regulasi, Indonesia telah memiliki payung hukum berupa Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Atas hal itu, maka menarik untuk dikaji dari segi politik hukum dengan memfokuskan pada dua pertanyaan: 1) politik hukum apa yang melatarbelakangi dibentuknya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 sehingga dianggap masih memiliki kelemahan?; 2) bagaimana langkah hukum yang harus dilakukan dalam menyempurnakan materi muatan UU No. 26 Tahun 2000?. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis-normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasil dari penelitian, menunjukan bahwa politik hukum dibentuknya UU No. 26 Tahun 2000 dalam rangka merespon tuntutan dalam negeri dan internasional yang meminta agar pelanggaran hak asasi manusia segera diselesaikan. Selain itu, juga dalam rangka menghindarkan negara Indonesia dari ancaman penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia melalui peradilan internasional. Mengingat pembentukannya hanya didasarkan pada pertimbangan pragmatis, maka terdapat banyak kelamahan dalam undang-undang tersebut sehingga penting untuk dilakukan penyempurnaan dengan melakukan perubahan.
ASPEK HUKUM PENERAPAN QANUN JINAYAT DALAM PARADIGMA PANCASILA Bambang Sucondro
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 5 No. 1 (2022): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/hpph.v5i1.16246

Abstract

Bertitik tolak pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, memposisikan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang memiliki hak keistimewaan dan kekhususan, berkaitan dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki daya tahan dan daya juang tinggi. Aceh merupakan satu-satunya provinsi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai kewenangan khusus dalam menerapkan syariat Islam. Hal ini diimplementasikan dengan pembentukan Qanun yang didalamnya juga mengatur tentang hukum pidana Islam (Jinayat). Penerapan syariat Islam di wilayah Aceh tentunya tidak terlepas dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang didalam masyarakatnya yang mayoritas adalah muslim dan menginginkan penegakan hukum syariat Islam. Dari perspektif Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, agama mempunyai peranan sentral dan utama melalui silanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Agama mempunyai peranan penting dalam upaya pembaharuan hukum Pidana nasional. Karena tradisi keagamaan di Indonesia, erat kaitannya dengan tradisi hukum yang hidup dalam masyarakatnya. Hal ini seiring dengan pembaharuan hukum Pidana yang mensyaratkan adanya komponen struktur, substansi dan kultur suatu bangsa, juga harus dijiwai oleh asas-asas hukum nasional, yang bercorak kebhinekaan dalam suatu wadah dan semangat UUD 1945, serta Pancasila. pemberlakuan Qanun Jinayat di Aceh mereflesikan adanya harmonisasi atau sinkronisasi dan konsistensi antara pembangunan dan pembaharuan hukum pidana nasional dengan nilai-nilai atau aspirasi sosial-filosofis dan sosio-kultural yang dimiliki masyarakat Aceh dan telah sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila memiliki keseimbangan nilai-nilai, yaitu moral religius, kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi serta keadilan sosial.
ASPEK HUKUM PENERAPAN QANUN JINAYAT DALAM PARADIGMA PANCASILA Bambang Sucondro
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 5 No. 1 (2022): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/hpph.v5i1.16246

Abstract

Bertitik tolak pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, memposisikan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang memiliki hak keistimewaan dan kekhususan, berkaitan dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki daya tahan dan daya juang tinggi. Aceh merupakan satu-satunya provinsi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai kewenangan khusus dalam menerapkan syariat Islam. Hal ini diimplementasikan dengan pembentukan Qanun yang didalamnya juga mengatur tentang hukum pidana Islam (Jinayat). Penerapan syariat Islam di wilayah Aceh tentunya tidak terlepas dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang didalam masyarakatnya yang mayoritas adalah muslim dan menginginkan penegakan hukum syariat Islam. Dari perspektif Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, agama mempunyai peranan sentral dan utama melalui silanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Agama mempunyai peranan penting dalam upaya pembaharuan hukum Pidana nasional. Karena tradisi keagamaan di Indonesia, erat kaitannya dengan tradisi hukum yang hidup dalam masyarakatnya. Hal ini seiring dengan pembaharuan hukum Pidana yang mensyaratkan adanya komponen struktur, substansi dan kultur suatu bangsa, juga harus dijiwai oleh asas-asas hukum nasional, yang bercorak kebhinekaan dalam suatu wadah dan semangat UUD 1945, serta Pancasila. pemberlakuan Qanun Jinayat di Aceh mereflesikan adanya harmonisasi atau sinkronisasi dan konsistensi antara pembangunan dan pembaharuan hukum pidana nasional dengan nilai-nilai atau aspirasi sosial-filosofis dan sosio-kultural yang dimiliki masyarakat Aceh dan telah sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila memiliki keseimbangan nilai-nilai, yaitu moral religius, kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi serta keadilan sosial.