Bertitik tolak pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, memposisikan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang memiliki hak keistimewaan dan kekhususan, berkaitan dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki daya tahan dan daya juang tinggi. Aceh merupakan satu-satunya provinsi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai kewenangan khusus dalam menerapkan syariat Islam. Hal ini diimplementasikan dengan pembentukan Qanun yang didalamnya juga mengatur tentang hukum pidana Islam (Jinayat). Penerapan syariat Islam di wilayah Aceh tentunya tidak terlepas dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang didalam masyarakatnya yang mayoritas adalah muslim dan menginginkan penegakan hukum syariat Islam. Dari perspektif Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, agama mempunyai peranan sentral dan utama melalui silanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Agama mempunyai peranan penting dalam upaya pembaharuan hukum Pidana nasional. Karena tradisi keagamaan di Indonesia, erat kaitannya dengan tradisi hukum yang hidup dalam masyarakatnya. Hal ini seiring dengan pembaharuan hukum Pidana yang mensyaratkan adanya komponen struktur, substansi dan kultur suatu bangsa, juga harus dijiwai oleh asas-asas hukum nasional, yang bercorak kebhinekaan dalam suatu wadah dan semangat UUD 1945, serta Pancasila. pemberlakuan Qanun Jinayat di Aceh mereflesikan adanya harmonisasi atau sinkronisasi dan konsistensi antara pembangunan dan pembaharuan hukum pidana nasional dengan nilai-nilai atau aspirasi sosial-filosofis dan sosio-kultural yang dimiliki masyarakat Aceh dan telah sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila memiliki keseimbangan nilai-nilai, yaitu moral religius, kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi serta keadilan sosial.