Moersidin Moeklas
Fakultas Hukum, Universitas Bhayangkara Surabaya

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA DISERSI (IN ABSENSIA) DI PENGADILAN MILITER: Studi Kasus Putusan Pengadilan Milter III-12 Surabaya Agustono; Moersidin Moeklas
Dekrit (Jurnal Magister Ilmu Hukum) Vol 12 No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengharuskan untuk dijalankan dalam setiap peradilan bahkan Mahkamah Agung RI mengeluarkan surat edaran Nomor 6 Tahun 1992 tanggal 21 Oktober 1992 tentang Penyelesaian perkara di Pengadilan Tinggi dan di pengadilan Negeri dan diperbaharui dengan surat edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2014tanggal 13 Maret 2014 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama dan tingkat Banding pada 4 (empat) Lingkungan Peradilan. Namun berbeda halnya yang terjadi di pengadilan Militer terhadap penerapan Asas seserhana, cepat dan biaya ringan menjadi terkendala dalam prakteknya. Terkendalanya ini disebabkan adanya salah aturan dalam peraturan Perundangan yang mengharuskan harus dilakukan dan dilaksanakan sesuai ketentuan tersebut, aturan tersebut adalah aturan yang berada dalam Pasal 143 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 dimana dalam penyelesaiannya harus menunggu selama 6 (enam) bulan sejak perkara tersebut dilimpahkan ke Dilmil. Hal tersebut menjadi kendala dalam penyelesaian perkara dikarenakan salah satu sisi penyelesaian perkara harus dilaksanakan secara cepat disatu sisi penyelesaian perkara harus menunggu dalam tenggang waktu selama 6 (enam) bulan, sehingga muncul tuduhan terhadap Hakim dalam penyelesaian Tindak Disesrsi (In Absensia)di Pengadilan Militer yang berbelit-belit dan relatif lamban.
KEDUDUKAN DAN YURISDIKSI PERADILAN MILITER PASCA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA Ahmad Junaedi; Moersidin Moeklas
Dekrit (Jurnal Magister Ilmu Hukum) Vol 12 No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (196.878 KB)

Abstract

Sejak di tetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, dalam Pasal 65 Ayat (2) dinyatakan bahwa bagi prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum merupakan yurisdiksi peradilan umum, sedangkan peradilan militer hanya memproses pelanggaran atau kejahatan militer yang dilakukan prajurit TNI. Hal inilah yang menjadi pro kontra tentang kedududukan dan yurisdiksi Peradilan Militer terhadap Prajurit yang melakukan tindak pidana umum yang selama ini disidangkan di Pengadilan Militer.Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode normative, sedangkan pendekatan dalam penulisan ini menggunakan komparatif (comparatif approach) yaitu membandingkan dengan negara Amerika Serikat, Kanada dan Malaysia, dan pendekatan historis (historical approach) yaitu sejarah fungsi kekuasaan kehakiman di Indonesia dan sejarah perkembangan pereadilan militer. Data dikumpulkan melalui penelitian dan bahan hukum berupa peraturan-peraturan, teori-teori hukum dan dokumen lainnya yang terdapat dalam buku ataupun petunjuk yang berkaitan dengan Peradilan Militer.Yang dijadikan dasar kedudukan pembentukan peradilan militer di Indonesia dalam metode normative adalah Pasal 24 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang menegaskan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam 4 lingkungan peradilan dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sedangkan dasar Yurisdiksi Peradilan Militer terhadap Prajurit yang melakukan tindak pidana umum maupun militer untuk disidangkan di Peradilan Militer adalah Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer yaitu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah Prajurit. Dengan demikian kedudukan dan yurisdiksi peradilan militer berwenang untuk mengadili terhadap prajurit TNI yang melakukan tindak pidana baik umum maupun militer.