Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

“Nasi Sawo” as a Legitimacy of The Rejang Tribe Community's Traditional Marriage in The Urf Perspective Suwarjin Suwarjin
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v7i2.10227

Abstract

This study examines the tradition of "Nasi Sawo," which signifies the legality of traditional marriages in the Rejang tribal community, Bengkulu. At first glance, there is a discrepancy between the rules of Islamic law and customary practices regarding the validity of marriage. Researchers used a qualitative-field research method with a normative-sociological approach. His study of Islamic law uses the theory of Urf. This study found that philosophically "Nasi Sawo" means hope for harmony and family benefits. The obligation to carry out this tradition is a sign of the validity of marriage according to custom. However, according to Islamic law, it is still valid if it fulfills the conditions and pillars. This tradition is practiced because, previously, no marriage registration was used as a sign of the validity of marriage legally. The Nasi Sawo tradition is included in the urf sahih category because of its good values and the obligation to implement it, which is not considered a sign of the legality of marriage from an Islamic legal standpoint but from a customary perspective. Penelitian ini mengkaji tradisi "nasi sawo" yang digunakan sebagai tanda legalitas pernikahan adat masyarakat suku rejang, Bengkulu. secara sekilas, terdapat ketidaksesuaian antara aturan hukum Islam dengan aturan adat tentang keabsahan pernikahan. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif-lapangan dengan pendekatan normatif-sosiologis. kajian hukum Islamnya menggunakan teori Urf. penelitian ini menemukan bahwa secara filosofis "Nasi Sawo" memiliki makna harapan akan kerhamonisan dan kebermanfaatan keluarga dalam kehidupan. kewajiban melaksanakan tradisi ini adalah sebagai tanda keabsahan perkawinan secara adatnya, namun secara hukum Islam tetap sah jika sudah memenuhi syarat dan rukunnya. Tradisi ini dipraktekkan karena dulunya belum ada pencatatan nikah yang digunakan sebagai tanda keabsahan nikah secara hukum. tradisi Nasi Sawo termasuk dalam kategori urf shahih, karena nilai-nilai baik yang terkandung di dalamnya dan kewajiban pelaksanaannya yang tidak dianggap sebagai tanda legalitas pernikahan dalam sisi hukum islamnya, namun dalam sisi adatnya
"SEBAMBANGAN" TRADITION: LOCAL WISDOM OF THE SAIBATIN INDIGENOUS MARRIAGE IN LAMPUNG Suwarjin Suwarjin
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 8, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v8i1.10221

Abstract

"Sebambangan" marriage is a custom in which the male party will run away the girl brought to the male's family to reduce conflict between the parties or relatives directly involved in the implementation of the marriage due to differences in social and economic status. This marriage raises pros and cons among the indigenous people of Lampung's Saibatin. This research examines this "sebambangan" customary local wisdom from the perspective of local wisdom in Islamic law (urf). The research method used is qualitative field research with a normative-sociological approach. The results of the study found that the Sebambangan custom, namely bachelors carrying girls away, was based on the agreement of both parties. The factor of the Sebambangan customary marriage is that the terms of payment, financing and the marriage ceremony requested by the girl cannot be fulfilled by the bachelor; one of the girl's older sisters is not married and vice versa. When viewed from the 'Urf, the Sebambangan Adat is 'urf authentic, but in practice, there is a fasid 'urf, which is related to the factor of the existence of the Sebambangan customary marriage, one of which is: honest money is too high which is not under the values in Shari'a at Islam. Pernikahan “Sebambangan” adalah suatu adat di mana pihak laki-laki akan melarikan gadis yang dibawa ketempat keluarga laki-laki untuk mengurangi konflik di antara para pihak atau kerabat yang terlibat langsung dalam pelaksanaan perkawinan akibat perbedaan status sosial dan ekonomi. Pernikahan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat adat saibatin lampung. Penelitian ini mengkaji kearifan lokal adat “sebambangan” ini dalam perspektif kearifan lokal dalam hukum Islam (urf). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif lapangan dengan pendekatan normatif-sosiologis. Hasil penelitian menemukan bahwa adat Sebambangan yaitu bujang membawa lari gadis yang berdasarkan kesepakatan kedua pihak. faktor perkawinan Adat Sebambangan adalah syarat-syarat pembayaran, pembiayaan dan upacara perkawinan yang diminta pihak gadis tidak dapat dipenuhi pihak bujang, salah satu kakak perempuan si gadis ada yang belum menikah dan begitu juga sebaliknya. Jika dilihat dari ‘Urf, maka Adat Sebambangan merupakan ‘urf shahih, namun dalam praktiknya terdapat ‘urf yang fasid, yaitu yang berkaitan dengan faktor adanya perkawinan adat Sebambangan yang salah satunya yaitu: uang jujur terlalu tinggi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam syari’at Islam.
The "Golden Worship" Tradition: A Sociological Study of Islamic Law in Traditional Marriages of the Lembak Tribe Community, Bengkulu Suwarjin Suwarjin
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 8, No 2 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v8i2.10180

Abstract

This research examines the implementation of the Emas Sembah tradition in traditional marriages of the Lembak tribe in Bengkulu from the perspective of Urf. This research is motivated by sociological problems that occur in the form of the husband's inability to carry out the tradition to the belief that bad karma will occur if he does not carry out the tradition. This research is qualitative research with a normative-sociological approach. Primary data was taken from traditional leaders, religious leaders, and husband and wife who carried out the Emas Sembah tradition. The study results show that the tradition of giving gold for worship is included as urf fasid because it contains more negative values and impacts than positive ones. Among the negative values and impacts are the husband's inability to pay gold for worship, the assumption that virgins are marked by bleeding when having intercourse between husband and wife, misunderstanding in determining virginity, no strong evidence in determining virginity, exposing the wife's disgrace to society, belief in karma it is bad if you do not practice Emas Sembah, Manipulation of virginity, Opening up the wife's shame if she is not a virgin, The integrity of the household is threatened if it is known that the wife is not a virgin. Penelitian ini mengkaji pelaksanaan tradisi “Emas Sembah” dalam pernikahan adat masyarakat suku Lembak di Bengkulu dari perspektif Urf. Penelitian ini dilatar belakangi oleh problem sosiologis yang terjadi berupa ketidaksanggupan pelaksanaan tradisi oleh pihak suami hingga keyakinan terjadinya karma buruk jika tidak melaksanakan tradisi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif-sosiologis. Data primer diambil dari tokoh adat, tokoh agama, suami-istri yang melakukan tradisi “Emas Sembah”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi pemberian “Emas Sembah” ini termasuk urf fasid karena mengandung nilai dan dampak negatif lebih banyak dari pada nilai dan dampak positifnya. Di antara nilai dan dampak negatifnya adalah Ketidaksanggupan pihak suami terhadap besaran “Emas Sembah”, anggapan perawan ditandai dengan keluar darah ketika berhubungan suami istri, Kesalahpahaman dalam penentuan keperawanan, Tidak ada alat bukti yang kuat dalam penentuan keperawanan, Terbukanya aib istri ke masyarakat, Keyakinan akan Karma buruk jika tidak melaksanakan “Emas Sembah”, Manipulasi keperawanan, Membuka aib istri jika tidak perawan, Keutuhan rumah tangga terancam jika diketahui istri tidak perawan.