Muqni Affan Abdullah
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

TREND MAKANAN KOREA DI BANDA ACEH; PENYELENGGARAAN JAMINAN PRODUK HALAL OLEH LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA (LPPOM) MPU ACEH Cut Zamharira; Muqni Affan Abdullah
Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin Vol 5, No 2 (2022): Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin
Publisher : Geuthèë Institute, Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52626/jg.v5i2.153

Abstract

Budaya Korea Selatan yang masuk ke Indonesia baik melalui drama, k-pop, fashion dan kuliner yang khas, telah membentuk trend tersendiri di kalangan remaja, bahkan dewasa. Khusus untuk makanan Korea, penikmat kuliner di kota Banda Aceh sudah sangat familiar dengan kimchi, tteobokki, kimbab, korean garlic cheese bread dan lain-lain. Peneliti menemukan setidaknya terdapat 5 gerai kuliner yang menawarkan jajanan Korea di Kota Banda Aceh,  baik yang dijual secara online maupun offline.  Namun dari literatur yang peneliti pelajari menyebutkan bahwa di Indonesia prosentase produk makanan  Korea paling sedikit mendapatkan sertifikasi halal dibandingkan produk makanan yang berasal dari Cina dan Jepang (Ramita Paraswati, 2017). Aceh sebagai wilayah dengan mayoritas muslim, kepastian kehalalan produk makanan menjadi hal yang utama.  Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana penyelenggaraan jaminan produk halal yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh (LPPOM MPU Aceh) pada peredaran makanan, khususnya makanan Korea dengan merujuk pada Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Sistem Jaminan Produk Halal. Dengan metode penelitian kualitatif deskriptif, melalui tahapan wawancara dan observasi, peneliti menggali informasi lebih mendalam dari para informan untuk menjelaskan langkah-langkah yang telah dilakukan oleh LPPOM MPU Aceh dalam rangka penjaminan produk halal, terutama pada makanan Korea di kota Banda Aceh.  Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa belum ada gerai makanan Korea di Banda Aceh yang telah tersertifikasi halal MPU Aceh. Hal ini dilatarbelakangi oleh mind set pelaku usaha bahwa selama bahan baku yang dipergunakan halal, maka otomatis produk olahan mereka terjamin kehalalannya. 
The Position of Non-Muslims in the Implementation of Islamic Law in Aceh, Indonesia Mursyid Djawas; Andi Sugirman; Bukhari Ali; Muqni Affan; Idham Idham
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 23, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v23i1.32127

Abstract

The position of non-Muslims living alongside Muslims is evident in the history of Islamic law. Since the time of the Prophet, Companions and governments after non-Muslims lived peacefully and were protected. However, when Muslim countries formed nation-states, several problems arose, including their position as citizens, including in Indonesia, especially in Aceh, which formally applied Islamic law. This study is an empirical legal study that examines the implementation of Islamic law in society by using legal and political theory. The data used is a literature study examining several Sharia courts' decisions in Aceh; Banda Aceh, Sabang, Meulaboh, Kutacane, Takengon, and Singkil. This study concludes that non-Muslims chose to concentrate after implementing the Islamic shari'a qanun. According to them, Qanun Jinayat is more efficient, affordable, effective, and quick in resolving problems. It has been proven in several cases, such as maysir, khalwat (ikhtilāṭ), khamr, and sexual harassment. Therefore, in legal politics, Islamic sharia and Qanun Jinayat, born from a democratic legal configuration, give birth to laws that are fair and equal and do not discriminate against non- Muslims. In several cases above, non-Muslims voluntarily chose to devote themselves to Islamic law.  Abstrak: Kedudukan non-Muslim yang hidup berdampingan dengan umat Islam sejatinya sudah jelas dalam sejarah hukum Islam. Sejak masa Nabi, Sahabat dan pemerintahan sesudah non muslim hidup secara damai dan dilindungi. Namun demikian ketika negera-negara Muslim membentuk sebagai negara bangsa timbul beberapa persoalan, diantaranya kedudukannya sebagai warga negara, termasuk di Indonesia, apalagi di Aceh yang menerapkan hukum Islam secara formal. Kajian ini merupakan studi hukum empiris yakni menelaah implementasi hukum Islam dalam masyarakat dengan menggunakan teori politik hukum. Data yang digunakan adalah studi literature dan menelaah beberapa putusan mahkamah syariat di Aceh; Banda Aceh, Sabang, Meulaboh, Kutacane, Takengon dan Singkil. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pasca penerapan qanun syariat Islam, non muslim justru memilih untuk me- nundukkan diri. Menurut mereka, Qanun Jinayat lebih efisien, terjangkau, efektif, dan cepat dalam menyelesaikan masalah. Terbukti dalam beberapa kasus seperti maisir, khalwat (ikhtilāṭ), khamar, dan pelecehan seksual. Karena itu, dalam konteks politik hukum, syariat Islam dan qanun jinayat yang lahir dari konfigurasi hukum yang demokratis melahirkan hukum yang adil dan setara tidak diskriminatif termasuk kepada non-Muslim. Non-muslim pada sejumlah kasus di atas, memilih untuk menundukkan diri kepada syariat Islam secara sukarela.