Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Tinjauan Batas Minimal Usia Pengendara Bermotor Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Terhadap Psikologis Anak Dibawah Umur 17 Tahun Mohd. Yusuf Daeng M; Yovie Suryani; Vivi Alviana; Weny Apriliani
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 2 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i2.324

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah sebagai kontribusi untuk meninjau batas minimal usia pengendara bermotor berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas terhadap psikologis anak dibawah umur 17 tahun. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai ratusan juta unit, yang mana 80% nya merupakan sepeda motor, hal ini menimbulkan masalah dimana tingginya angka pengendara motor dibawah umur, ditambah angka kecelakaan yang melibatkan pengendara dibawah umur sangatlah besar, bahkan di salah satu daerah, yaitu di daerah Riau angka korban dibawah umur hampir menyentuh setengah dari total korban kecelakaan pengguna kendaraan bermotor, sehingga hal ini secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi masa depan bangsa. Secara aturan telah ditentukan bahwa anak dibawah umur tidak diperkenankan untuk mendapatkan surat izin mengemudi sebelum mencapai usia 17 tahun, namun banyak faktor yang membuat pelanggaran seperti ini terjadi. Penelitian ini akan mengulas faktor yang menentukan diaturnya batas minimal usia pengendara motor, mulai dari faktor pubertas yang mempengaruhi perkembangan fisik anak dibawah umur, pengaruh lingkungan yang menjadi faktor pendorong tingkah laku yang membahayakan, hingga faktor pola asuh orang tua yang menjadi salah satu faktor krusial dalam menentukan perkembangan anak dibawah umur. Metode yang digunakan oleh penulis adalah menggunakan pendekatan yuridis normatif, artinya bahan hukum yang dipakai sebagai kajian adalah data sekunder.
Tanggung Jawab Hukum Dokter Terhadap Tindakan Aborsi Yeni Triana; Mike Trisnawati; Vivi Alviana; Yovie Suryani
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 2 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research (Special Issue)
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i2.1889

Abstract

Sarana pelayanan kesehatan bertanggungjawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran. Salah satu keadaan yang akan dihadapi oleh dokter adalah saat sedang menyelesaikan masalah aborsi. Pada dasarnya, asas yang harus di perhatikan dalam pembangunan kesehatan yaitu asas perikemanusian, artinya bahwa pembangunan kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membedakan golongan Agama dan Bangsa. Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009, Pasal 75 bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan. Dengan demikian terdapat beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam aborsi. Penelitian ini menggunakan metode normatif dikaitkan dengan studi kasus. Hasil penelitian ini adalah bahwa Tanggung Jawab Hukum Dokter Studi Kasus Praktik dr. Rejani Djalal /dr ZL Sp.OG adalah tindakan aborsi secara ilegal yang dilakukan secara tidak diizinkan seperti menggugurkan/mematikan kandungnya dengan sengaja maupun dibantu dengan orang lain atau dokter akan dikenai sanksi secara tegas dan melarang tindakan aborsi atau praktik aborsi dilakukan.