Indra Yuliawan
Universitas Ngudi Waluyo

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Potensi Tembakau Lembutan Temanggung Sebagai Indikasi Geografis Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis Indra Yuliawan; Setiawan Budi Santoso
Jurnal Hukum dan Sosial Politik Vol. 1 No. 2 (2023): Mei : Jurnal Hukum dan Sosial Politik
Publisher : Universitas Katolik Widya Karya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (119.093 KB) | DOI: 10.59581/jhsp-widyakarya.v1i2.213

Abstract

Temanggung Regency has an area of mostly highlands because it is located on the part of Mount Sindoro and Mount Sumbing. In general, these areas have lower temperatures and water is more limited than areas that are located lower, especially during the dry season. Not all types of plants can live and develop properly. One type of plant that can be cultivated with good results is tobacco. Initially, the tobacco grown in Temanggung Regency was N. tabacum var. fructicosa then became a variety that has been adapted for years to produce a specific tobacco quality. Through a special cultivation model, namely related to tillage, planting seeds, plant maintenance and fertilization, a long flat-shaped tobacco is produced with a width of approximately 0.5-1 cm. Therefore, people call it soft tobacco. Soft tobacco which is the original cultivation of the people of Temanggung is a special attraction for kretek products so that several manufacturers mix their products with soft tobacco from Temanggung Regency. Regardless of the pros and cons of the tobacco plant itself, Soft Tobacco can have economic value so it has potential to be used as a Geographical Indication for Temanggung Regency. This writing uses a qualitative method, with a normative juridical approach, in which case the method uses a statutory and conceptual approach. Protection of geographic indications aims to protect the uniqueness of a product, in this case, Temanggung soft tobacco from counterfeiting or improper use, while at the same time providing opportunity and legal protection to the people of the Temanggung area as producers of soft tobacco products to get maximum benefits. Therefore it is interesting to write about Soft Tobacco having the potential to become a Geographical Indication for Temanggung Regency and what is the role of the local government in making this Soft Tobacco a Geographic Indication.
Analisis Yuridis Kewenangan Kepolisian Dalam Penanganan Perkara Pembunuhan Dengan Cara Mutilasi Eva Oktavia; Indra Yuliawan
Rampai Jurnal Hukum (RJH) Vol. 1 No. 2 (2022): September
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/rjh.v1i2.2251

Abstract

Crime is a problem that humans face from time to time. Talking about crime, especially murder, continues to experience development accompanied by very diverse styles and forms, from the simplest to the most sophisticated methods. Sometimes the killings were carried out in heinous ways, such as torture, burning and even mutilation. It becomes an interesting thing because mutilation is murder which is followed by cutting the victim's body into several parts which is done with the aim of destroying evidence. Not only that, in the construction of criminal law in Indonesia there are no definite rules for the perpetrators of the crime of mutilation. Articles that are often used as the legal basis for mutilation offenders are Articles 338 and 340 of the Criminal Code with the maximum penalty being the death penalty, which is sometimes only an alternative to imprisonment. Recently, Semarang Regency was shocked by a murder case accompanied by mutilation where the perpetrator named Imam Sobari was a resident of Tegal Regency, Central Java (Central Java). Meanwhile, the victim was named Kholidatunni'mah, who is also a resident of Tegal Regency who works for a company in Ungaran, Semarang Regency. The purpose of this research is to find out the process of investigation and investigation by the police on murder cases accompanied by mutilation and the obstacles encountered. This research is a qualitative research using descriptive analysis method. In the process of investigation and investigation, the Semarang District Police were constrained by facilities and infrastructure that were not sufficient to support case disclosure, as well as from a regulatory standpoint, they did not specifically contain sanctions for perpetrators of murder by mutilation. Abstrak           Kejahatan merupakan persoalan yang dihadapi manusia dari waktu ke waktu. Berbicara mengenai kejahatan khususnya pembunuhan, terus mengalami perkembangan yang diiringi dengan gaya dan bentuk yang sangat beragam, dari cara yang paling sederhana sampai yang sangat canggih. Terkadang pembunuhan itu dilakukan dengan cara-cara yang keji seperti disiksa lebih dahulu, dibakar dan bahkan mutilasi. Menjadi suatu hal yang menarik karena mutilasi adalah pembunuhan yang diikuti dengan memotong-motong tubuh korban hingga menjadi beberapa bagian yang dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan bukti. Tidak hanya itu, masalah sanksi terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan secara mutilasi ini dalam konstruksi hukum pidana di Indonesia belum ada aturan yang pasti. Pasal yang sering dijadikan sebagai dasar hukum pelaku tindak pidana pembunuhan secara mutilasi adalah Pasal 338 dan 340 KUHP dengan sanksi maksimal hukuman mati, yang terkadang hanya merupakan alternatif dari hukuman penjara. baru baru ini Kabupaten Semarang di hebohkan dengan kasus pembunuhan disertai mutilasi dengan pelaku bernama Imam Sobari merupakan warga Kabupaten Tegal, Jawa Tengah (Jateng). Sedangkan, korban bernama Kholidatunni’mah, yang juga warga Kabupaten Tegal yang bekerja di sebuah perusahaan di Ungaran, Kabupaten Semarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penyelidikan dan penyidikan oleh polisi terhadap kasus pembunuhan yang disertai dengan mutilasi beserta kendala-kendala yang dihadapi. Penemlitian ini merupakan penelitian kualitatif dnegan menggunakan metode deskriptif analisis.  Dalam proses penyelidikan dan penyidikan Polres Kabupaten Semarang tekendala oleh sarana dan prasarana yang belum cukup mendukung terkait pengungkapan kasus, begitupun dari segi peraturan belum memuat secara khusus sanksi untuk pelaku pembunuhan dengan mutilasi.
Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengiriman Barang Pada Jasa Ekspedisi Darat Di Kabupaten Semarang Riska Amalia Cicik Rustiana; Indra Yuliawan
Rampai Jurnal Hukum (RJH) Vol. 2 No. 2 (2023): September
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/rjh.v2i2.2586

Abstract

Consumer legal protection is an effort to guarantee and protect consumers with legal certainty. The purpose of this paper is to determine the legal protection provided to consumers by courier services if consumers experience delays, damage and loss of goods during the shipping process. The problem in this research is how is the form of legal protection for consumers if they experience damage, delays and loss of goods during the delivery process? And how is the process of resolving disputes between consumers and the expedition? The method used in this study uses a qualitative descriptive method using a normative juridical approach. Qualitative descriptive method is a method that utilizes qualitative data and is described descriptively. According to the Code of Trade Law, expeditions are included in companies engaged in the delivery of goods and services that are responsible for the goods they send. Consumer legal protection is regulated in Law no. 8 of 1999 concerning Consumer Protection. Consumers are required to obtain compensation from business actors to protect consumer rights in accordance with Article 4 letter h of the Consumer Protection Act, namely consumers are entitled to receive compensation. The conclusion of this study is that consumer legal protection for goods delivery on ground expedition services organized for damage, delays and loss of packages is a preventive legal protection, in which preventive legal protection is legal protection to prevent a dispute occurring as a result from losses and violations of consumer rights committed. Until now there has been no dispute resolution to legal channels, all were resolved amicably. Abstrak Perlindungan hukum terhadap konsumen adalah upaya untuk menjamin dan melindungi konsumen dengan adanya suatu kepastian hukum. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen oleh jasa ekspedisi apabila konsumen mengalami keterlambatan, kerusakan dan kehilangan barang saat proses pengiriman. Permasalahan pada penelitian ini yaitu bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen apabila mengalami kerusakan, keterlambatan dan kehilangan barang saat proses pengiriman barang. Selanjutnya bagaimana proses penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pihak ekspedisi. Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Metode deskriptif kualitatif adalah metode yang memanfaatkan data kualitatif dan dijabarkan secara deskriptif. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ekspedisi termasuk kedalam perusahaan yang bergerak pada pengiriman barang dan jasa yang bertanggung jawab terhadap barang yang dikirimnya. Perlindungan hukum konsumen diatur pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Konsumen wajib mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha untuk melindungi hak konsumen sesuai dengan Pasal 4 huruf h Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu konsumen berhak untuk mendapatkan ganti rugi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Perlindungan hukum terhadap konsumen atas pengiriman barang pada jasa ekspedisi darat yang diselenggarakan jasa ekspedisi karena kerusakan, keterlambatan dan kehilangan paket merupakan upaya hukum perlindungan hukum preventif, yang mana perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan hukum untuk mencegah terjadinya suatu sengketa yang terjadinya akibat dari kerugian dan pelanggaran hak konsumen yang dilakukan oleh pelaku usaha. Hingga saat ini tidak ada penyelesaian sengketa sampai pada jalur hukum, semua diselesaikan secara kekeluargaan.
Tinjauan Yuridis Terhadap Hak Asuh Anak Akibat Perceraian (Studi putusan Nomor 1034/Pdt.g/2022/Pa.Amb) Devi Nur Sita Sari; Indra Yuliawan
Rampai Jurnal Hukum (RJH) Vol. 2 No. 2 (2023): September
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/rjh.v2i2.2587

Abstract

One of the obligations of parents after marriage is to maintain, protect, educate and care for children until adulthood. The determination of the person who takes care of the child after the divorce is largely determined by the judge's decision. Sometimes child custody is given to the mother and sometimes child custody is given to the father. This study aims to determine the scope of custody of underage children (not yet mumayyiz) and custody of children who are already mumayyiz based on laws and regulations as well as judges' obstacles in making decisions regarding post-divorce child custody. This study uses primary legal material in the form of Law Number 16 of 2019 Amendment to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, secondary legal material in the form of judge's decisions and tertiary legal material in the form of legal dictionaries and encyclopedias. Data presentation was carried out descriptively and the data analysis method was qualitative, namely with a case study approach at the Ambarawa Religious Court, where this research could obtain the truth of a problem. The results of the study show that the appointment of a mother or father as a caregiver does not conflict with applicable laws and regulations as long as it guarantees the best interests of the child and both the mother and father have the right to care for the child even though the mother is more entitled to care for it. It is suggested to the judges that in deciding on a babysitter not only pay attention to the sex of the parents, but must guarantee the best interests of the child. It is suggested to policy makers to use this study as a reference in formulating new policies and to parents not to fight over child custody if they are unable to care for them properly. Abstrak Salah satu kewajiban orangtua pasca terjadinya perkawinan adalah memelihara, melindungi, mendidik dan mengasuh anak hingga dewasa. Penentuan orang yang mengasuh anak pasca perceraian sangat ditentukan oleh putusan hakim. Adakalanya hak asuh anak diberikan kepada ibu dan ada pula hak asuh anak diberikan kepada ayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ruang lingkup hak asuh anak dibawah umur (belum mumayyiz) dan hak asuh anak yang sudah mumayyiz berdasarkan peraturan perundang-undangan serta hambatan hakim dalam memberikan putusan tentang hak asuh anak pasca perceraian. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer berupa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahan hukum sekunder berupa putusan hakim dan bahan hukum tersier berupa kamus dan eksiklopedia hukum. Penyajian data dilakukan secara deskriptif dan metode analisis data secara kualitatif yaitu dengan pendekatan studi kasus di Pengadilan Agama Ambarawa, dimana dengan penelitian ini dapat memperoleh kebenaran dari suatu permasalahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penetapan ibu atau ayah sebagai pengasuh anak tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku selama menjamin kepentingan terbaik bagi anak dan baik ibu maupun ayah memiliki hak untuk mengasuh anak meskipun ibu orang yang lebih berhak mengasuhnya. Disarankan kepada hakim agar dalam memutuskan pengasuh anak tidak hanya memperhatikan jenis kelamin orangtua, akan tetapi harus menjamin kepentingan terbaik bagi anak. Disarankan kepada pengambil kebijakan agar menjadi kajian ini sebagai referensi dalam merumuskan kebijakan baru dan disarankan kepada orangtua agar tidak memperebutkan hak asuh anak jikalau tidak mampu mengasuhnya dengan baik.
Tinjauan Yuridis Pemberian dan Perlindungan Hak Royalti Atas Karya Cipta Lagu Atau Musik Berdasarkan Pp No 56 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/Musik Di Kemenkumham M Taopik; Indra Yuliawan
ADIL Indonesia Journal Vol. 4 No. 1 (2023): Januari 2023
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/aij.v4i1.1994

Abstract

AbstrakAdanya permasalahan mengenai penyimpangan penggunaan hak cipta khususnya karya lagu dan musik yang di gunakan secara komersial tanpa memperoleh ijin dari pencipta lagu maupun pemegang hak cpta. Tujuan penuisan ini untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum hak cipta lagu dan musik dan kendala apa yang terjadi dalam penarikan royati lagu dan musik kepada pencipta maupun pemegang hak cipta. Metode yang digunakan metode yuridis normative dan bersifat deskriptip analisis. Metode pengumpulan data ini diperoleh dari wawancara dan library research. Analisis data di lakukan dengan metode kualitatif. Hasil studi ini menunjukkan apabila terdapat penyimpangan dan pelanggaran hukum seperti halnya mempergunakan hak cipta lagu tanpa memperoleh izin dari pencipta atau pemegang hak cipta, maka dapat dikenakan sanksi hukum berupa ancaman pidana penjara dan/atau denda, sebagaimana ketentuan dalam undang-undang nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta. Untuk mewujudkan suatu pengelolaan royalti atas lagu dan/atau musik, diperlukan adanya kesadaran dari pihak Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait untuk melakukan Pencatatan atas lagu dan/atau musik dan perlu adanya kesadaran dari pihak yang memanfaatkan lagu dan/atau musik dalam bentuk pelayanan public yang bersifat komersial untuk melakukan pemenuhan kewajiban berupa pembayaran royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Hak Cipta, Lagu, Royalti.
Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Upaya Memajukan Industri UMKM Di Kabupaten Semarang Iftitah Dwi Aprilyani; Indra Yuliawan
ADIL Indonesia Journal Vol. 4 No. 2 (2023): Adil Indonesia Jurnal
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/aij.v4i2.2373

Abstract

Intellectual Property as defined in Law Number 7 of 1994 concerning ratification of the WTO or (World Trade Organization Agreement). has shown the government's seriousness in supporting a free/open economic system, and indirectly spurring companies in Indonesia to further increase their competitiveness. The implementation of Intellectual Property can spur economic growth, including in the MSME sector. Regulations for MSME Empowerment have been regulated in Government Regulation Number 7 of 2021 concerning facilitation, protection, and empowerment of cooperatives for micro, small and medium enterprises MSME actors must understand MSME protection regarding intellectual property rights, because they can avoid losses when their intellectual property is recognized by perpetrators. another economy. The government will always try to support the development of small and medium enterprises in Indonesia. This study aims to determine the Implementation of Intellectual Property Rights in MSME Actors in Semarang Regency and the Obstacles that occur in the Implementation of Intellectual Property Rights in MSME. This study uses a juridical-empirical approach using interview data with UMPRI staff at the Office of Cooperatives, Micro Enterprises, Industry and Trade and the Head of UKM Semarang Regency, observation of implementation at the Office of Cooperatives, Micro Enterprises, Industry and Trade as the main data that is relevant to the office at Office of Cooperatives, Micro Enterprises, Industry and Trade in Candirejo, West Ungaran District. The results of the final analysis concluded that: Intellectual Property Rights in Semarang Regency have an activity program to facilitate the ease of licensing for MSMEs, namely the implementation of socialization and or registration on Brand Rights. One of the factors hindering the growth of Micro, Small and Medium Enterprises in Semarang Regency is their obstacles in Capital, Human Resources and Market Segments. Abstrak Kekayaan Intelektual sebagaimana di definisikan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang pengesahan WTO atau (World Trade Organization Agreement). telah menunjukan keseriusan Pemerintah dalam mendukung sistem perekonomian yang bebas/terbuka, dan secara tidak langsung memacu perusahaan di Indonesia untuk lebih meningkatkan daya saingnya. Pelaksanaan Kekayaan Intelektual dapat memacu pertumbuhan perekonomian, termasuk pada sektor UMKM. Peraturan terhadap Pemberdayaan UMKM telah di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2021 tentang kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi usaha mikro kecil dan menengah Pelaku UMKM harus memahami perlindungan UMKM tentan hak kekayaan intelektual, karena mereka dapat terhindar dari kerugian ketika kekayaan intelektualnya diakui oleh pelaku ekonomi lain. Pemerintah akan selalu berusaha untuk mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pelaksanaan Hak Kekayaan Intelektual pada Pelaku UMKM di Kabupaten Semarang dan Hambatan yang terjadi atas Pelaksanaan Hak Kekayaan Intelektual pada UMKM. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis-empiris dengan menggunakan data wawancara kepada Staff umpri Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan dan Ketua UMKM Kabupaten Semarang, observasi pelaksanaan di Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan sebagai data utama yang beraloksikan di kantor di Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan di Candirejo, Kecamatan Ungaran Barat. Hasil analisis akhir diperoleh kesimpulan bahwa: Hak Kekayaan Intelektual di Kabupaten Semarang terdapat program kegiatan memfasilitasi kemudahan perizinan bagi UMKM yaitu pelaksanaan sosialisasi dan atau pendaftaran di Hak Merek. Faktor yang menghambat Pertumbuhan Usaha Mikro Kecil Menengah di Kabupaten Semarang salah satunya hambatan mereka di Modal, Sumber Daya Manusia dan Segmen Pasar.
Analisis Yuridis Kekuatan Hukum Perjanjian Lisan Dalam Hubungan Hukum Vivit Choirul Nisya; Indra Yuliawan
ADIL Indonesia Journal Vol. 4 No. 2 (2023): Adil Indonesia Jurnal
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/aij.v4i2.2397

Abstract

The agreement is one of the legal relations that is often carried out in social life in society. An agreement according to Article 1313 of the Civil Code is an act by which a person or more binds himself to one or more other people. Without realizing it, verbal agreements are often carried out in social life. The purpose of this paper is to determine the legal power of oral agreements in legal relations, especially accounts payable and legal relations in the settlement of receivables as a result of oral agreements. The method used by researchers in this research is descriptive qualitative. With this method the researcher wants to analyze the oral agreement in Semarang Regency which was carried out by Vicri and Daryoto. This is where Daryoto and Vicri entered into a receivables agreement where Vicri acts as Daryoto's Creditor as the Debtor. Daryoto owed a sum of money to Vicri without a letter or written statement from both parties, however the transfer of money was known to the wives of both parties and Vicri's parents. This is done on the basis of trust and kinship. Daryoto promised to pay his installments every month to Vicri, but it turned out that Daryoto was unable to fulfill his achievements. Under these circumstances it was difficult for Vicri to collect Daryoto's debt, because there was no written evidence. Article 1313 of the Civil Code contains the essence that an agreement occurs because of an agreement. Whereas Article 1320 of the Civil Code has regulated the legal terms of the agreement both formally and materially, the parties who promise to carry out the agreement that has been made must fulfill the elements of Article 1320 of the Civil Code. Therefore a request made orally if it complies with Article 1320 of the Civil Code is valid. However, when the other party denies it, in order to have legal force, it must meet the evidence in accordance with Article 1866 of the Civil Code. Oral agreements are very risky and in practice there are still many obstacles due to the difficulty of making agreements in oral agreements. Abstrak Perjanjian merupakan salah satu hubungan hukum yang kerap kali dilakukan dalam pergaulan hidup di dalam masyarakat. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Tanpa disadari, perjanjian lisan kerap kali dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui kekuatan hukum perjanjian lisan dalam hubungan hukum khusunya hutang piutang dan hubungan hukum dalam penyelesaian terhadaphutang piutang sebagai akibat dari perjanjian lisan. Metode yang digunakan peneliti dalampenelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Dengan metode tersebut peneliti ingin menganalisiskasus perjanjian lisan di Kabupaten Semarang yang dilakukan oleh Vicri dan Daryoto. Halmana Daryoto dan Vicri melakukan perjanjian hutang piutang dimana Vicri selaku KrediturDaryoto selaku Debitur. Daryoto hutang sejumlah uang kepada Vicri tanpa surat ataupernyataan secara tertulis kedua belah pihak namun penyerahan uang diketahui oleh istri darikedua belah pihak dan kedua orangtua Vicri. Hal ini dilakukan atas dasar kepercayaan dankekeluargaan. Daryoto berjanji membayarkan angsurannya setiap bulan kepada Vicri, ternyatapihak Daryoto tidak mampu memenuhi prestasinya. Dalam keadaan demikian Vicri sulit untukmenagih hutang kepada Daryoto, karena tidak ada bukti tertulis. Dalam Pasal 1313 KUHPerdata mengandung inti bahwa perjanjian terjadi karena kesepakatan. Sedangkan dalam Pasal1320 KUH Perdata telah mengatur syarat sah perjanjian baik secara formil dan materiil makaterhadap para pihak yang berjanji untuk melakukan kesepakatan yang sudah dibuat harusmemenuhi unsur unsur Pasal 1320 KUH Perdata. Oleh karena itu perjanjian yang dibuat secaralisan bilamana memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata termasuk sah. Akan tetapi pada saat pihaklain mengingkari maka agar memiliki kekuatan hukum harus memenuhi bukti-bukti sesuaiPasal 1866 KUH Perdata. Perjanjian lisan sangat beresiko dan dalam pelaksanaannya masihbanyak kendala-kendala karena sulitnya melakukan pembuktian dalam perjanjian lisan.