Nicko Surya Airlangga
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

TINJAUAN YURIDIS PASAL 12B UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP PELAYANAN SEKSUAL SEBAGAI BENTUK GRATIFIKASI YANG DITUJUKAN UNTUK SUAP Nicko Surya Airlangga
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, April 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Nicko Surya Airlangga, Abdul Madjid, Alfons Zakaria Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: nickosurya@student.ub.ac.id Abstrak Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan pengaturan tentang gratifikasi yang terdapat pada Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengadili kasus pemberian gratifikasi yang menggunakan pelayanan seksual yang diberikan kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara. Kemudian penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approeach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Bahan hukum yang digunakan didapat dari studi kepustakaan dan studi internet. Teknik analisis yang digunakan yaitu secara deduktif dengan menarik hal yang bersifat umum ke khusus. Berdasarkan permasalahan di atas, karya tulis ini mengangkat masalah: 1. Apa makna “gratifikasi” yang terdapat pada Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? 2. Apakah gratifikasi yang menggunakan layanan seksual dapat dikategorikan “gratifikasi” yang terdapat pada Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberian pelayanan seksual sebagai gratifikasi tidak dapat serta merta untuk dikategorikan ke dalam Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena tidak disebutkan secara jelas dalam Pasal 12B, hal ini berbanding terbalik dengan pengaturan terkait gratifikasi yang terdapat di negara Singapura. Kata Kunci: Gratifikasi, Pelayanan Seksual, Korupsi Abstract This research delves into the regulation regarding gratuity as in Article 12b of Law Number 20 of 2001 concerning the Amendment to Law Number 31 of 1999 concerning Corruption Eradication in the judgement of gratuity cases that involve sex service as a bribe arising among civil servants or state administrators. Departing from this issue, this research is focused on the following problems: 1. What is the meaning of ‘gratuity’ as in Article 12b of Law Number 20 of 2001 concerning the Amendment to Law Number 31 of 1999 concerning Corruption Eradication? 2. Is the gratuity involving sex service categorized as the gratuity mentioned in Article 12 B of Law Number 20 of 2001 concerning the Amendment to Law Number 31 of 1999 concerning Corruption Eradication? This research employed normative-juridical methods and statutory, comparative, and conceptual approaches. The legal materials were obtained from library research and the Internet, all analyzed using a deductive technique by concluding ideas from general to specific ones. The research result has revealed that sex service given as gratuity can be categorized under Article 12B of Law concerning Corruption Eradication due to the following grounds (1) gratuity is defined as an act bribing a civil servant or a state official holding a particular position as outlined in Article 12 B of Law concerning Corruption Eradication. Gratuity should not be punishable by this law if it is not proven to be given as a bribe. Providing particular facilities to the people concerned can also be categorized as a gratuity; (2) sex service refers to the service involving sexual connection and reproduction function, dating, making out, and kissing; (3) sex service given as gratuity is categorized in such a way because Article 12B of Law concerning Corruption states the phrase “other facilities”, while sex service given as gratuity cannot be categorized into what is outlined in Article 12B of Law concerning Corruption Eradication. This is contrary to the regulation regarding gratuity in Singapore. Keywords: Gratification, Sexual Services, Corruption