p-Index From 2020 - 2025
0.408
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Clavia: Journal of Law
Andi Tira
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum, Universitas Bosowa

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK ATAS TANAH YANG DIBATALKAN ALAS HAK PERALIHANNYA Eko Eko; Zulkifli Makkawaru; Andi Tira
Clavia Vol. 20 No. 3 (2022): Clavia : Journal of Law, Desember 2022
Publisher : Faculty Of Law Bosowa University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56326/clavia.v20i3.2111

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah peralihan hak atas tanah hak guna bangunan yang dilakukan oleh Anton (penjual) dalam putusan nomor 54/Pdt.G/2019/PN.Mks sah menurut hukum dan apakah peningkatan hak guna bangunan menjadi hak milik oleh Rudi (pembeli) dalam kasus putusan nomor 54/Pdt.G/2019/PN.Mks sudah sesuai peraturan perundang-undangan. Jenis Penelitian yang digunakan adalah normatif empiris, dengan teknik pengumpulan data melalui metode penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan dengan menggunakan instrumen penelitian wawancara, dan dokumentasi. Data penelitian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, peralihan hak yang dilakukan oleh Anton (penjual) kepada Rudi (pembeli) tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Yaitu: Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya suatu perikatan, Pasal 34 ayat (4) dan  (6) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai atas tanah. Tanah warisan yang menjadi objek jual beli belum terbagi sesuai bagian ahli waris masing-masing. Seharusnya Anton (penjual) beriktikad baik dalam peralihan hak tersebut, dan menyampaikan kepada ahli waris lainnya sebelum tanah warisan itu dialihkan kepada pihak lain (Rudi). Oleh karena tidak adanya kata kesepakatan dari semua ahli waris,  maka peningkatan status sertifikat hak guna bangunan menjadi hak milik yang dilakukan Rudi (pembeli) menjadi tidak sah karena tidak sesuai peraturan perundang-undangan. Yaitu Peraturan Menteri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan. Pasal 106 dan Pasal 107 mengenai pembatalan hak atas tanah kerana cacat hukum administratif This study aims to determine whether the transfer of land rights to building use rights carried out by Anton (the seller) in decision number 54/Pdt.G/2019/PN.Mks is legal and whether the increase in building use rights becomes property rights by Rudi (buyer). ) in the case of decision number 54/Pdt.G/2019/PN.Mks, it is in accordance with the laws and regulations. The type of research used is empirical normative, with data collection techniques through library research methods and field research methods using interview research instruments, and documentation. The data of this study were analyzed descriptively and qualitatively. The results of this study indicate that the transfer of rights made by Anton (the seller) to Rudi (the buyer) is not in accordance with the applicable legal provisions. Namely: Article 1320 of the Civil Code concerning the legal requirements for an agreement, Article 34 paragraphs (4) and (6) of Government Regulation Number 40 of 1996 concerning cultivation rights, building use rights, and land use rights. Inherited land which is the object of sale and purchase has not been divided according to the share of the respective heirs. Anton (the seller) should have had good intentions in the transfer of the right, and convey it to the other heirs before the inheritance land was transferred to another party (Rudi). Due to the absence of a word of agreement from all heirs, the increase in the status of the certificate of building use rights to property rights carried out by Rudi (the buyer) is invalid because it is not in accordance with statutory regulations. Namely the Regulation of the State Minister of Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency Number 9 of 1999 concerning Procedures for granting and canceling state land rights and management rights. Article 106 and Article 107 regarding the cancellation of land rights due to administrative legal defects
ANALISIS HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ADAT TONGKONAN DI RANTEPAO KABUPATEN TORAJA UTARA Mangadil Masmur Samperura; Andi Tira; Juliati Juliati
Clavia Vol. 20 No. 3 (2022): Clavia : Journal of Law, Desember 2022
Publisher : Faculty Of Law Bosowa University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56326/clavia.v20i3.2246

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelesaian sengketa tanah adat Tongkonan di Rantepao Kabupaten Toraja Utara dan untuk mengetahui pandangan masyarakat hukum adat di Rantepao tentang kepemilikan atas Tanah Tongkonan secara pribadi. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Pasele, Kecamatan Rantepao, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan sosio-yuridis, teknik pengumpulan data melalui wawancara dengan pemangku adat dan pemerintah serta penyebaran angket. Teknik analisis data yang diperoleh dikumpulkan dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif untuk selanjutnya dideskripsikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penyelesaian sengketa tanah adat tongkonan di Rantepao Kabupaten Toraja Utara dilakukan oleh adat pendamai dalam wilayah lembang/kelurahan dan kecamatan melalui upaya musyawarah yang mempunyai tujuan untuk mencapai kesepakatan dan mendamaikan para pihak yang bersengketa. Adat pendamai berfungsi menyelesaikan sengketa secara adat, mengembangkan dan melestarikan nilai adat- istiadat di Kabupaten Toraja Utara. Sengketa tanah Tongkonan terlebih dahulu diselesaikan melalui adat pendamai, maka bila tidak tercapai kesepakatan maka, sengketa dapat diteruskan melalui jalur hukum litigasi. Dalam masyarakat. Pandangan masyarakat hukum adat di Rantepao tentang kepemilikan atas tanah tongkonan secara pribadi bahwa tanah tongkonan merupakan hak yang dikuasai secara turun temurun oleh anggota rumpun keluarga yang pengaturan, penguasaan, dan penggunaannya ditentukan oleh aturan-aturan adat yang berlaku diantara atau rumpun keluarga itu sendiri. Sebagai hak yang turun temurun, tanah tongkonan dipahami sebagai tanah yang dimiliki secara bersama-sama oleh satu keluarga atau marga sehingga tanah Tongkonan tidak disertifikatkan atas orang tertentu. This study aims to determine the resolution of customary land disputes Tongkonan in Rantepao, North Toraja Regency and to find out the views of the customary law community in Rantepao regarding private ownership of Tongkonan Land. The research was conducted in Pasele Village, Rantepao District, North Toraja Regency, South Sulawesi Province. Qualitative research methods with a socio-juridical approach, data collection techniques through interviews with traditional and government stakeholders and distributing questionnaires. The data analysis techniques obtained were collected and analyzed qualitative and quantitative for further description. Based on the research that has been done, settlement of customary land disputes tongkonan in Rantepao, North Toraja Regency, it is carried out by customary peacemakers within the regionvalley/kelurahan and sub-district through consultation efforts with the aim of reaching an agreement and reconciling the parties in dispute. Peacemaking customs function to preserve and develop the values of the customs and habits of the community as well as preserve the provisions of the customs for the well-being in Nort Toraja Regency.Disputes over the Tongkonan land are first resolved through a peaceful customary institution where if no agreement is reached, the dispute can be continued through  litigation legal chanels. The view of the customary law community in Rantepao about ownership of landtongkonanprivately it should not happen because it is a hereditary right that is controlled by members of the family group where the arrangement, control, and use are determined by the rules customary rules that apply between or within the family it self. As a hereditary right, Tongkonan land is understood as land that is jointly owned by one family or clan so that Tongkonan land is not certified for a particular person.