Katrin Michele Natalie Silalahi, Milda Istiqomah, Galieh Damayanti Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: katrinsilalahi@student.ub.ac.id Abstrak Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi dengan memperhatikan bahwa salah satu diantara kejahatan yang sangat tertutup serta terorganisir ialah tindak pidana narkotika. BNN (Badan Narkotika Nasional) bersama Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) merasa sangat sulit untuk membongkar kejahatan narkotika serta mengungkap siapa bandar besar yang berperan di belakangnya. Seiring berjalannya waktu, dalam perihal pengungkapan kejahatan terorganisir itu terdapat pola pikir yang searah dari para aparat hukum untuk menemukan inovasi dalam menemukan solusi untuk mengungkap kejahatan yang sangat tertutup, dengan demikian dikenal istilah justice collaborator yang berarti saksi pelaku yang terlibat dalam tindak pidana yang berkolaborasi bersama aparat penegak hukum. Dalam penulisan ini ditemukan suatu permasalahan yakni masih terdapat kontradiksi antara putusan hakim dalam kasus perkara Nomor 320/Pid.Sus/2020/PN.Pbr dengan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Adapun hasil dari penelitian ini yakni regulasi yang mengatur perihal justice collaborator di Indonesia pada saat ini masih belum bisa menjamin kepastian perlindungan hukum terhadap justice collaborator, hal tersebut dibuktikan dengan adanya kasus perkara Nomor 320/Pid.Sus/2020/PN.Pbr yang belum sepenuhnya memenuhi hak-hak terdakwa yang berstatus sebagai justice collaborator. Maka dari itu diperlukan adanya pembaharuan hukum pada Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban guna memberi perlindungan hukum terhadap justice collaborator. Kata Kunci: Narkotika, Justice Collaborator, Perlindungan Hukum Abstract Narcotics crime is often organized and closed. Indonesian National Narcotics Agency (henceforth referred to as BNN) along with enquirers from the Indonesian National Police (henceforth referred to as POLRI) seems to face a hurdle in revealing narcotics crime and the biggest drug dealers behind drug transactions. There has been an idea about finding the solution to reveal this highly closed crime, and justice collaborator is the manifestation of this idea. A justice collaborator is a criminal offender willing to become a witness to collaborate with law enforcers. This research delves into the contravention of Decision Number 320/Pid.Sus/2020/Pn.Pbr to Law concerning Protection of Witnesses and Victims. With normative-juridical methods and statutory and case approaches, this research reveals that the regulation governing justice collaborators in Indonesia cannot guarantee legal certainty for justice collaborators. The Decision concerned does not fulfil all the rights of the defendant as a justice collaborator. Thus, an amendment to Law Number 31 of 2014 concerning the Protection of Witnesses and Victims is required to ensure that legal protection is properly given to justice collaborators. Keywords: Narcotics, Justice Collaborator, Legal Protection