Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Optimalisasi Gula Cair dan pH Medium untuk Fermentasi Alkohol dari Jus Curucuma xanthorihiza Atmodjo, Kianto
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 2, No 3 (2017): October 2017
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (537.811 KB) | DOI: 10.24002/biota.v3i2.1885

Abstract

Gula cair suatu produk baru dari gula yang tersusun dari fruktosa, glukosa dan disakarida dianggap lebih baik daripada gula kristal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi gula cair dan pH medium yang digunakan dalam fermentasi sari temulawak (Curcuma xantorhiza Raoxb) oleh Saccharomyces cerevisiae untuk memproduksi alkohol.  Satu kg temulawak kering dihancurkan ditambah air sebanyak 8 liter, ditambahkan 250 g kecambah kacang hijau, direbus selama 30 menit, lalu didinginkan kemudian direbus lagi tiga kali rebusan disaring lalu diambil airnya kemudian dimasukkan ke dalam botol fermentasi sebanyak 300 ml kemudian ditambahkan gula cair sehingga diperoleh variasi 0,15%, 30%, 45%, 60% dan 75%. Medium sari temulawak ini diatur pH nya menjadi 4, 4,5, 5,0, 5,5 dan 6. Selanjutnya 1 g bibit S. cerevisiae ditambahkan pada tiap botol fermentasi lalu ditutup. Fermentasi berlangsung pada suhu kamar. Parameter penelitian berupa total sel, pH dan gula reduksi yang diukur tiap sehari sebanyak tiga kali, dan kadar alkohol setelah satu bulan fermentasi.  Hasil menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara peningkatan kadar gula dan perbedaan pH medium terhadap total sel, perubahan pH dan kadar gula. Namun ada hubungan yang nyata  antara kenaikan kadar gula medium dengan alkohol yang dihasilkan. Efisiensi konversi gula menjadi alkohol tertinggi  di atas 3% terjadi pada fermentasi pada  konsentrasi gula 45%. Kadar alkohol tertinggi dihasilkan pada pH medium awal 5.
Pemanfaatan Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz) Untuk Mengawetkan Ikan Pindang Tongkol (Euthynnus pelamis L.) Atmodjo, Kianto; Aida, Yuniarti; Mursyanti, Mursyanti
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 8, No 1 (2003): February 2003
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.428 KB) | DOI: 10.24002/biota.v8i1.2789

Abstract

The objective of this research was to prove that galangale rhizome (Alpinia galanga L. Swartz) can be used to preserved “pindang” tuna fish (Euthynnus pelamis L.). The fish were cooked by galangale rhizome solution (the concentration were 0, 50, 100, 150, 200 mg/l b/v) for15 minutes. Then, the fish were stored in box, three fishes /box, and stored at room temperature for 6 days. Every day, The quality of fish were measured as colour, rubberness, taste, odor, total of bacteria and fungi. The result showed that there were decreased of the fish quality, spoilaged, and many fungi and bacteri growth after two days, and the level of spoilage of fish was influenced the increasing of galangale rhizome concentration. It concluded that the galangale rhizome can not use as “pindang” tuna fish preservative.
Analisis Insektisida Organoklorin Pada Bulu Walet Sarang Putih (Collocalia fuciphaga Thunberg) Laudensius, Oktaf; Yuda, Pramana; Atmodjo, Kianto
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 8, No 2 (2003): June 2003
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (176.495 KB) | DOI: 10.24002/biota.v8i2.2889

Abstract

The objectives of this study are to find out the kind and quantitative  of organochlorine insecticide  in  swallow (Collocalia fuciphaga Thunderberg) feathers.  The samples were plumae of wing and tail feathers from the birds were catched in Siluk, Gunungkidul and  Sedayu, Bantul on August and September 2002 The organochlorine insecticide compound were analysed by  gas chromatography-electronic catcher detector. The analysis result found out  the organochlorine insecticide in swallow feathers, were heptachlor (0-5855 ppm) and pp-DDD (0-0929 ppm).
Keragaman dan Pemanfaatan Tumbuhan Berenuk (Cresentia cujete L) di Daerah Istimewa Yogyakarta Atmodjo, Kianto
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 4, No 3 (2019): October 2019
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (542.993 KB) | DOI: 10.24002/biota.v4i3.2518

Abstract

Berenuk (Crescentia cujete Linn, suku Bignoniaceae ) merupakan tumbuhan yang sebarannya  di daerah tropis.  Arango-Ullao (2009) menemukan dan membagi 8 ragam buah tumbuhan ini  di daerah Colombia. Di Filipina  berenuk dikenal sebagai salah satu tumbuhan obat ajaib  Semua bagian tumbuhan ini  dapat dimanfaatkan  dari sebagai obat, perabot rumah tangga dan hiasan. Di Indonesia, berenuk banyak dijumpai, namun keberadaannya terancam punah karena masyarkat tidak mengetahui manfaatnya, bahkan dianggap berbahaya sebagai racun dan akhirnya ditebangi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan, keberagaman dan pemanfaatan berenuk oleh masyarakat Indonesia yang diawali dari Daerah istimewa Yogyakarta. Metode yang dilakukan dengan cara wawancara dengan tokoh masyarakat dan mendatangi lokasi yang dianggap ada tumbuhan ini. Bila tumbuhan ini ditemukan didata morfologis buahnya dan dicari informasi  pemanfaatannya dari orang disekitar tumbuhan ini berada. Penelitian ini dilakukan sejak bulan September  2018 sampai dengan april 2019 di lakukan di daerah Sleman,Kulon Progo, Bantul, Gunungkidul dan Kota madya Yogyakarta. Hasil yang diperoleh adalah berenuk lebih dikenal dengan nama daerah maja (pahit) dijumpai di semua Kabupaten dan Kotamadya di daerah Istimewa Yogyakarta dalam kondisi terancam punah. Ada 4 macam variasi tumbuhan berdasarkan bentuk buahnya yaitu lonjong, bundar,dan  sphaeris, serta seperti ginjal.Ukuran buah mancapai 3,5 kg yang terbesar dengan keliling sekitar 30 cm. Tumbuhan buah lonjong hanya dijumpai di daerah kota madya Yogyakarta, 5 pohon. Masyarakat daerah kulon progo memanfaatkan sebagai pakan ternak, di Bantul untuk minuman fermentasi, di Sleman untuk pestisida dan pupuk. Usaha  Pengenalan pengolahan buah berenuk dan merasakan manfaatnya sebagai obat sakit perut, asma, masuk angi dan gula di daerah Sleman telah dilakukan. Usaha ini berdampak dan telah mendorong masayarakat menanam dan mencegah penebangan berenuk.
Daya Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) dan Sirih Merah (Piper Crocatum) Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus Lidwina Ella Septiani; Atmodjo, Kianto; B. Boy Rahardjo Sidharta
Seminar Nasional Penelitian dan Abdimas Vol 2 No 1 (2024): Juni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract —Betel, have long been known as antibacterial. Based on the shape of the leaves, taste and aroma, betel is divided into several types, but the most widely used are green and red betel leaves. Green and red betel leaves contain phytochemicals such as essential oils compounds such as kavikol, cineol and eugenol. The purpose of this study was to determine the differences in the content of green and red betel leaf essential oil in the old and young treatments and its effectiveness at the concentration used against Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa bacteria. This research begins with the preparation of betel leaf for essential oil distillation, isolation of essential oils by steam-water distillation, analysis of components or compounds of essential oils using GCMS, preparation of pure essential oil stock solutions (100%), preparation of Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa bacteria. then identification test was carried out with several test methods, antibacterial activity testing which began with making variations in concentrations of 10%, 15%, 20%, 25% and 30% with the addition of a positive control of ampicillin disk and a negative control of DMSO with the well diffusion method which was incubated for 24 hours. hours at 37°C. The results of the measurement of the inhibitory zone were analyzed by ANOVA using the factorial RAL pattern, followed by the measurement of the minimum inhibitory concentration (MIC) with a concentration variation of 5%, 10%, 20% and 30% and the determination of the minimum inhibitory concentration (MIC). The results showed that dark green betel leaf essential oil had better antibacterial activity in the inhibition zone test with a concentration of 30% against both bacteria with an inhibitory zone area of ​​1.88 cm for Staphylococcus aureus and 1.21 cm for Psedumonas aeruginosa and the minimum inhibitory concentration test was able to inhibit at a concentration of 10% 10% against Staphylococcus aureus bacteria and at a concentration of 5% on Psedumonas aeruginosa bacteria.