Ada banyak suku di Indonesia, setiap suku itu mempunyai keunikannya masing-masing. Namun keunikan itu tentu mempunyai nilai yang dianggap penting bagi setiap pengikutnya. Nilai keunikan dari masing-masing suku tersebut mempengaruhi berragam aspek yang ada dalam kehidupan individu-individu yang terdapat pada suku tersebut. Dalam tulisan ini, Suku Batak diangkat untuk melihat keunikan yang ada di dalamnya. Di mana, keunikan suku Batak salah satunya adalah tentang falsafah, dan sangat dipegang teguh oleh para orang Batak. Dari banyak falsafah yang ada di tengah-tengah suku Batak, salah satunya adalah SALA MANDASOR SEGA LUHUTAN, yang artinya: “ketika salah di dasar, maka tahapan keseluruhannya juga akan salahâ€. Pemahaman akan falsafah, bukan hanya berlaku pada satu hal saja, namun nampaknya juga bisa diletakkan dalam konteks pelayanan Sekolah Minggu, khususnya dalam tulisan ini ditujukan kepada gereja Huria Kristen Indonesia (HKI). Di mana, gereja HKI merupakan salah satu dari sekian banyak gereja yang dikenal di tengah-tengah suku Batak. Sehubungan dengan itu, Pendeta juga mempunyai peran penting untuk mewujudkan falsafah Sala Mandasor Sega Luhutan ini dalam pelayanannya kepada Anak Sekolah Minggu, dikarenakan mereka merupakan dasar yang benar-benar harus dibimbing, khususnya oleh Pendeta dalam pemaknaan tugas yang diterimanya. Tulisan ini bertujuan untuk menghasilkan beberapa metode yang dikombinasikan terhadap pemahaman SMSL terhadap pelayanan Pendeta di HKI secara khusus, dan para pendeta di gereja Batak pada umumnya. Gereja HKI Sosunggulon menjadi tempat wawancara dari tulisan ini. Hermeneutic kualitatif menjadi metode yang dipilih dalam tulisan ini. Di samping itu, metode wawancara dengan para aktor yang berperan di dalamnya.