Remaja awal di indonesia saat ini banyak sekali menggunakan diksi sarkasme sebagai alat komunikasi sehari-hari terutama terhadap teman sebayanya sebagai wujud kedekatan mereka. Hal tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk pengaruh media sosial dan faktor lingkungan maupun keluarga. Dibeberapa cafe di surabaya terdapat remaja dibawah umur 18 tahun yang berbicara dengan temannya menggunakan diksi sarkasme seperti “jancok, anjing, babi “. Hal ini membuat terjadi pergesaran cara berkomunikasi yang dipengaruhi oleh banyak faktor. hal ini akan menbentuk “budaya populer†yaitu budaya yang diciptakan dari akibat media. Mayoritas pengguna media sosial adalah anak-anak dibawah umur dimana banyak sekali konten di media sosial menggunakan kata-kata umpatan, kata kasar yang semestinya tidak ber etika, karena jauh dari nilai-nilai kesopanan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami identitas diri pada remaja awal dan mengantisipasi agar remaja awal tidak mewajarkan penggunaan diksi sarkasme dalam kehidupan sehari-hari yang akan merusak moral etika berbicara dan menggeser perubahan budaya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi. Informan dalam penelitian adalah Remaja Surabaya berumur dibawah 18 tahun yang mempunyai media sosial.Untuk mengkaji tentang pesan dan media maka akan dikaji melalui teori proses komunikasi Wilbur Schram dan teori new media. Hasil penilitian ini menunjukkan bahwa remaja awal di surabaya terbiasa menggunakan diksi sarkasme sebagai alat komunikasi sebagai simbol kedekatan dengan teman ataupun sebagai hinaan untuk orang yang tidak disuka dan media sosial juga faktor lingkungan memberikan kontribusi berupa : penerimaan, kewajaran, peniruan, kurangnya etika berbicara, penghinaan yang dinyatakan oleh informan penelitian.