Elias Satria Hotmatua Lumban Raja, Alfons Zakaria, Ardi Ferdian Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: eliaslumbanraja@student.ub.ac.id Abstrak Dalam Pasal 10 Ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa terpidana masih dapat membayarkan uang pengganti saat dirinya menjalani penjara pokok, maupun saat menjalani penjara pengganti. Namun pada Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Tentang TIPIKOR diterangkan bahwa pembayaran uang pengganti dilakukan oleh terpidana selambat-lambatnya hanya selama 1 (satu) bulan. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mengkaji pertentangan antara kedua peraturan tersebut, yang secara khusus menyoroti terkait pertentangan durasi pembayarannya, dan juga tahapan eksekusi uang pengganti di dalam kedua peraturan tersebut yang bertentangan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konseptual. Kemudian menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier dengan menggunakan interpretasi sistematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa pengaturan antara Pasal 10 Ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2014 dinilai bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Tentang TIPIKOR yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, terutama dalam hal durasi pembayaran, dan alur eksekusinya. Penulis memberikan alternatif pengaturan dengan cara membatasi pembayaran uang pengganti hanya selama 1 (satu) bulan, dan tidak dapat membayarkan apabila telah melewati 1 (satu) bulan, dan alur yang diterapkan dalam eksekusi uang pengganti ini tidak boleh mengulang alur yang sebelumnya. Selain itu berdasarkan ketiga poin alternatif pengaturan yang penulis berikan, maka didapati juga revisi atas rumusan pasal 10 Ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2014, hal ini dengan guna untuk membentuk rumusan yang baru dan menghindari pertentangan yang terjadi. Kata Kunci: uang pengganti, durasi pembayaran, penjara pengganti Abstract Article 10 Paragraph (2) of Supreme Court Regulation Number 5 of 2014 concerning Vicarious Money as Additional Punishment in Criminal Corruption implies that this vicarious money can still be paid by the defendant while he is serving his/her sentence. However, Article 18 Paragraph (2) of Law concerning Corruption as A Crime elucidates that the payment of vicarious money should be made by the defendant within one month. Departing from this issue, this research aims to study the conflict between these two regulations which specifically address the differing duration of the payment and the flow of the vicarious money payment in the two regulations, which seems rather disorganized. This research employs a normative-juridical method and statutory and conceptual approaches. The research data consist of primary, secondary, and tertiary materials analyzed using systematic interpretation, revealing that the regulation in Article 10 Paragraph (2) of Supreme Court Regulation Number 5 of 2014 is considered to contravene Article 18 Paragraph (2) of Law concerning Corruption, amended to Law Number 20 of 2001, especially regarding the duration of payment and the flow of implementation. This research also aims to offer an alternative regulation by limiting the payment of vicarious money for just a month, and the defendant concerned can no longer pay the money while he/she is serving his/her sentence or when it exceeds one month; the flow may not be repeated. These three alternative points of the regulation offered in this research have also led to the finding of the revision of the formulation of Article 10 Paragraph (2) of Supreme Court Regulation Number 5 of 2014 to further set new formulation and avoid the conflict taking place. Keywords: vicarious money, payment duration, vicarious jail sentence