Sinaga, Edward James
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

OPTIMALISASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (RANHAM) PADA BIDANG HAM KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM DKI JAKARTA (Optimization Of The Action Plan Of National Human Rights Of The Regional Office Of The Ministry And Law And Human Rights Of DKI Jakarta) Sinaga, Edward James
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 2 (2016): July Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.141-161

Abstract

Penghargaan, penghormatan, serta perlindungan HAM adalah hal yang amat penting yang tidak mengenal ruang dan waktu. Untuk melaksanakan Rencana Aksi HAM yang optimal diperlukan pencerahan mengenai nilai-nilai HAM sampai ke tingkat desa dengan model pelaksanaan Diseminasi HAM yang variatif. Bidang HAM pada Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM harus mampu melaksanakan amanatkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun strategi peningkatan kinerja agar terwujudnya pelaksanaan Rencana Aksi HAM yang optimal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang sifatnya deskriptif (descriptive research) dan menggunakan analisis SWOT untuk menilai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada pada sebuah organisasi. Analisis situasi menggunakan matriks SWOT yang menghasilkan 4 tipe strategi, yaitu strategi SO, WO, ST, dan WT; matriks Internal-Eksternal menggunakan total skor bobot matriks EFE dan IFE untuk menghasilkan strategi bersaing bagi organisasi. Agar terwujudnya pelaksanaan Rencana Aksi HAM yang optimal, Bidang HAM harus memanfaatkan kekuatan adanya tugas dan fungsi yang jelas, namun mengantisipasi kelemahan pada rendahnya Kinerja Pegawai Subbidang Pemajuan HAM. Selain itu Bidang HAM memiliki peluang melakukan kerja sama yang baik dengan Pemda untuk melakukan diseminasi HAM, namun harus waspada pada ancaman belum terciptanya persamaan persepsi dan pemahaman tugas bagi panitia Rencana Aksi HAM Provinsi/Kabupaten/Kota. Posisi Koordinat (-2,25 , 0,31) artinya berada pada kwadran IV. Ini menunjukkan bahwa secara internal kelemahan organisasi lebih dominan dibandingkan kekuatannya. Sementara peluang organisasi lebih dominan dibandingkan dengan ancaman, dan dalam menyelesaikan permasalahan organisasi bersifat rasional.AbstractAppreciation, respect, and protection of human rights is importance thing with unlimited time and space. To carry out the action plan for human rights, optimally, it is necessary to enlighten about human rights values reaching to villages by a variative human rights dissemination implementation model. The section of human rights of the Division of Law Service and Human Rights of the Ministryof Law and Human Rights have to be able to hold the mandate of the presidential decree Number 75, Year 2015 concerning the National Action Plan for Human Rights of Indonesia. This purpose of this research is to arrange a strategy of performance improvement in order to make its implementation into reality, optimally. It is qualitative and descriptive approach and using SWOT analysis to assess strength, weakness, chance/opportunity, and a threat of an organization. The analysis of situation uses SWOT matrix resulting 4 strategy types, that is SO, WO, ST, and WT; external-internal matrix has a quality score total of EFE and IFE matrix to generate a competitive strategy for an organization. To make it come true, the Section of Human Rights have to make benefit of tasks and functions, clearly, but it has to anticipate weakness of the low of its officer performance. Besides, it has a chance to work together with regional government well to do human rights dissemination, but it is needed an alert of a threat because of not having the same perception and mutual understanding of tasks for human rights action plan committee in province/regency/ municipality. Coordinate position (-2,25, 0,31) means at quadrant IV. It shows that internally, the weakness of organization more dominant than its strength. Meanwhile, a chance of organization is more dominant than the threat and in the completion of organization problem is rationale.
Penataan Ruang dan Peran Masyarakat dalam Pembangunan Wilayah Sinaga, Edward James
Pandecta Research Law Journal Vol 15, No 2 (2020): December
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v15i2.23717

Abstract

Indonesia memiliki wilayah daratan dan lautan yang sangat luas, untuk itu perlu dilakukan penataan agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah Indonesia telah membuat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Namun masyarakat masih kurang peduli dan belum memahami esensi penataan ruang. Penelitian menggunakan pendekatan hukum normatif untuk menjelaskan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan penataan ruang dan peran masyarakat, serta upaya yang harus dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan peraturan perundang-undangan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah telah memberikan peran bagi masyarakat secara optimal, dan komprehensif terhadap keterlibatan masyarakat. Reforma agraria dikatakan berhasil jika dapat mempersempit jurang kesenjangan antar kelas dan antar sektor. Reforma agraria yang dijalankan pemerintah bergantung pada tingkat respons terhadap penataan ruang dan peran masyarakat. Upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang, antara lain dengan mempersiapkan peraturan yang lebih operasional, berupa pedoman pelibatan peran masyarakat dalam penataan ruang yang lebih teknis dan rinci, serta mudah dipahami. Indonesia has vast land and sea area, so it is necessary to arrange it to be utilized as much as possible for prosperity. Indonesia has enacted Law Number 26 /2007 on Spatial Planning. However, the public still does not care and understand it. The research uses a normative legal approach to explain various applicable laws and regulations relating to spatial planning and the community's roles. The implementation of regional spatial planning is inseparable from the role of land stewardship, which is a sub-system of spatial planning in realizing spatial plans for the benefit of the community somewhat. Spatial planning carried out by the government depends on the level of response and the role of the community. Efforts that need to enhance the role of the community in spatial planning, among others, are by preparing more operational regulations, in the form of guidelines for involving the community's role in spatial planning that is more technical and detailed, and easy to understand.
Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Kepemimpinan Tingkat II, III, Dan IV dalam Proyek Perubahan di Kementerian Hukum dan HAM RI Sinaga, Edward James
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 12, No 1 (2018): March Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2018.V12.39-56

Abstract

Pemimpin dapat dibentuk melalui berbagai cara. Salah satu cara untuk pembentukan kemampuan kepemimpinan adalah melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihankepemimpinan sesuai dengan Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 18, 19, dan 20 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II, III, dan IV.Pendidikan dan pelatihan tersebut menggunakan pendekatan atau pola yang baru dengan proyek perubahan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pelaksanaan pendidikan dan pelatihanserta kesinambungan proyek perubahan. Penelitianini meliputi tigahal yaitu perencanaan proyek perubahan, pelaksanaan pasca pendidikan dan pelatihan, serta harapan dan tantangan dalam pelaksanaannya.Salahsatukuncikeberhasilanproyekperubahanadalahkedisiplinandalam eksekusi, sehingga proyek perubahan dapat diimplementasikan. Untuk itu perlu pengaturan evaluasi pasca pendidikan dan pelatihan melalui peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Implikasi Struktur Program dan Anggaran yang Sesuai (In-Line) di Kementerian Hukum dan HAM Sinaga, Edward James
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 11, No 1 (2017): March Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2017.V11.26-40

Abstract

Dalam pelaksanaan struktur program dan kegiatan di Kementerian Hukum dan HAM selama kurun waktu 2009-2014 masih ditemukan beberapa kelemahan seperti keluaran (output) dari suatu kegiatan belum memberikan kontribusi secara langsung terhadap pencapaian sasaran program. Selain itu, hasil (outcome) masing-masing program pada Satuan kerja/Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM belum in-line dengan program yang diemban oleh unit eselon I terkait. Untuk itu pada kurun waktu tahun 2015-2019, Kementerian Hukum dan HAM melakukan perubahan struktur program dan anggaran guna merealisasikan perencanaan dan penganggaran pada satuan kerja Kantor Wilayah dan Unit Pelaksana Teknis yang in-line dengan unit eselon I terkait. Penelitian dilakukan untuk menganalisis implikasi penerapan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif. Dapat simpulkan bahwa struktur masing-masing divisi teknis belum sepenuhnya mendukung pelaksanaan program dan kegiatan yang berkaitan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.02/2014 Tentang Petunjuk Penyusunan Dan Penelaahan Dalam Pelaksanaan Fungsi Perencanaan, Pengawasan, Pelaporan, dan Akuntansi. Beberapa kendala yang ditemukan pelaksanaan struktur program dan anggaran yang in-line antara lain masih adanya ego sektoral divisi dalam pengelolaan, perencanaan, penganggaran, dan kegiatan; Koordinasi Unit Eselon I terkait penyusunan, pengelolaan anggaran serta laporan perencanaan anggaran belum terstruktur; Penggunaan standarisasi output dalam hal pengadaan barang dan jasa khususnya pada Kantor Wilayah belum seragam; Serta petunjuk teknis penyusunan anggaran yang tidak seragam. 
Aktualisasi Tata Nilai ‘PASTI’ dalam Mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi serta Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani Sinaga, Edward James
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 13, No 1 (2019): March Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2019.V13.31-50

Abstract

Pencanangan wilayah bebas dari korupsi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dimulai sejak tahun 2004 sampai sekarang. Namun, dari 814 unit kerja hanya satu unit kerja yang telah memperoleh predikat Wilayah Bebas dari Korupsi pada tahun 2016, yaitu Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Semarang. Kemudian, pada tahun 2018 menjadi 11 satuan kerja yang predikat Wilayah Bebas dari Korupsi. Untuk percepatan pemberantasan dan pencegahan korupsi dilakukan gerakan revolusi mental “Ayo Kerja, Kami PASTI“. Untuk itu dianalisis Aktualisasi Tata Nilai ‘PASTI’ dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dari satuan kerja dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Setelah pendeklarasian Tata Nilai ‘PASTI’ sikap dan tindakan yang dilakukan berbeda dengan sebelum pendeklarasian, seperti sikap tepat waktu. Ketaatan terhadap jam masuk kerja dan jam keluar kerja sudah lebih tepat waktu, serta penyelesaian pekerjaan sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Unit kerja telah mengimplementasikan seluruh ‘aturan disiplin’/’kode etik’/’kode perilaku’ pegawai yang ditetapkan organisasi namun belum membuat inovasi yang sesuai dengan karakteristik unit kerja. Masih ada unit kerja yang belum melengkapi Standar Operasi Prosedur dan masih kurangnya data pendukung di setiap kegiatan yang dilakukan. Serta belum adanya dukungan khusus anggaran dan reward bagi unit kerja penerima predikat wilayah bebas dari korupsi
Penerjemah Tersumpah: Pengaturan dan Praktiknya Sinaga, Edward James
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 14, No 1 (2020): March Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.929 KB) | DOI: 10.30641/kebijakan.2020.V14.19-42

Abstract

Permohonan pengangkatan calon penerjemah tersumpah di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah mengalami peningkatan. Untuk menindaklanjuti hal ini telah diterbitkan ketentuan yang menjadi dasar dalam teknis pengangkatan, pemantauan, dan pemberhentian penerjemah tersumpah. Namun, pengaturan terhadap kualifikasi penerjemah tersumpah hingga sat ini belum ada. Sehubungan dengan banyaknya permintaan dokumen resmi yang diminta oleh sebagian negara tujuan yang mengharuskan untuk diterjemahkan dalam bahasa setempat, maka diperlukan penerjemah yang benar-benar memahami atau menguasai bahasa asal dari dokumen yang diterjemahkan. Secara profesi seorang penerjemah harus dapat bertanggung jawab terhadap hasil terjemahannya. Untuk itu perlu adanya suatu pengaturan yang jelas tentang penerjemah tersumpah sehingga kedudukannya menjadi jelas dan diakui oleh masyarakat serta dapat melakukan praktik dengan baik. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris. Analisis pengaturan terkait profesi penerjemah tersumpah dan praktik penerjemah tersumpah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari hasil analisis perlu dipertimbangkan pengaturan mengenai syarat Perguruan Tinggi  yang dapat melakukan ujian kualifikasi penerjemah dan perlu diadakannya jurusan yang khusus mengenai penerjemah resmi tersumpah di setiap Perguruan Tinggi atau program kuliah kerja lapangan, agar bisa mengakomodir para calon penerjemah resmi tersumpah.
Pengelolaan Royalti atas Pengumuman Karya Cipta Lagu dan/atau Musik Sinaga, Edward James
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 14, No 3 (2020): November Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2020.V14.553-578

Abstract

ABSTRAKHak untuk mengeksploitasi suatu ciptaan terletak pada Pencipta dan/atau Pemegang Hak Cipta. Salah satu pengalihan hak eksploitasi dari pencipta kepada pemegang hak cipta dengan memberikan izin atau lisensi berdasarkan suatu perjanjian. Berkaitan dengan lisensi mengumumkan lagu dan/ atau Musik di Indonesia dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif yang pengaturannya masih multitafsir yang dapat mengakibatkan terjadinya konflik. Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi proses Lisensi atas Pengumuman Karya Cipta Lagu dan/atau Musik dan menganalisis Implementasi pengelolaan Royalti atas Pengumuman Karya Cipta Lagu dan/atau Musik. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa sangat diperlukan lembaga yang dapat mewakili para pencipta lagu dan pemegang hak terkait untuk melaksanakan lisensi yang dapat membantu menjembatani kerja sama antara pencipta atau pemegang hak cipta dengan pengguna. Namun, pelaksanaan pengelolaan royalti pengumuman Karya Cipta Lagu dan/atau Musik belum berjalan dengan lancar. Hal ini disebabkan karena kesadar- an hukum masyarakat pengguna hak cipta masih sangat kurang serta belum maksimalnya sosiali- sasi yang dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif.
Analisa Pembentukan Organisasi Pengelola Nusakambangan sebagai Pilot Project Revitalisasi Pemasyarakatan Lukito, Imam; Sinaga, Edward James
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 15, No 1 (2021): March Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2021.V15.49-66

Abstract

Pada tahun 1908 Nusakambangan telah ditetapkan sebagai rumah bagi mereka yang menjalani masa hukuman dan selanjutnya pada tahun 1912 ditetapkan sebagai “pulau penjara” oleh Pemerintah Hindia Belanda. Penetapan Nusakambangan sebagai pilot project percepatan pelaksanaan Revitalisasi Pemasyarakatan dilakukan dalam upaya memaksimalkan pembinaan narapidana. Nusakambangan memiliki lahan sangat luas yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan tugas dan fungsi pemasyarakatan. Di lahan sangat luas tersebut terdapat delapan unit kerja Pemasyarakatan. Hingga saat ini pemanfaatan lahan belum optimal, baik dalam perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan, maupun pengawasan. Selain itu, juga belum memiliki organisasi pengkoordinasi unit kerja pemasyarakatan dan pengolahan lahan. Tulisan ini membahas pemanfaatan Nusakambangan saat ini, serta model organisasi pengelolaan Nusakambangan dalam rangka mendukung tugas dan fungsi Pemasyarakatan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil analisis diperoleh bahwa Nusakambangan saat ini dimanfaatkan sebagai kawasan terpadu revitalisasi pembinaan narapidana berbasis pada pemanfaatan lahan produktif. Model organisasi yang akan dibentuk sebagai pengkoordinasi unit kerja Pemasyarakatan di Nusakambangan serta dapat melakukan tugas dan fungsi pemanfaatan dan pengelolaan lahan. Untuk itu diperlukan regulasi yang jelas dalam pengelolaan Nusakambangan, mensertifikasi aset Barang Milik Negara di Nusakambangan, dan mengoptimalkan redistribusi narapidana. Serta perlu membentuk unit kerja dengan model sebagai pengkoordinasi unit kerja pemasyarakatan dan pengelolaan lahan Nusakambangan.
IMPLIKASI PATEN ASING YANG TELAH TERDAFTAR ATAS INVENSI DI BIDANG TEKNOLOGI MENURUT UU NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN THE IMPLICATIONS OF FOREIGN PATENTS REGISTERED OF TECHNOLOGY INVENTION BY THE ACT NUMBER 14 OF 2001 ON PATENTS Sinaga, Edward James
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 7, No 1 (2013): March Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2013.V7.13-26

Abstract

Perlindungan hukum terhadap hasil invensi di bidang teknologi, diharapkan dapat merangsang inventor untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menemukan berbagai invensi di bidang teknologi. Terutama bagi inventor-inventor asing yang mendominasi pendaftaran paten di Indonesia. Sehingga perlu diketahui prosedur dan syarat-syarat hukum paten Indonesia yang sering tidak terpenuhi oleh pemohon paten Asing dan implikasi perlindungan hukum dan penegakan hukum paten asing bagi Indonesia sebagai peserta Patent Cooperation Treaty (PCT). Penelitian hukum normatif ini lebih memberatkan terhadap menemukan asas-asas hukum dalam bidang paten dan sinkronisasi aturan-aturan hukum mengenai perlindungan invensi di bidang teknologi dan paten asing ke dalam sistem hukum nasional di Indonesia.Penegakan hukum terhadap paten asing di Indonesia secara normatif sudah tercantum dalam Pasal 130 sampai dengan Pasal 135 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Dalam hal ketentuan pidana untuk menentukan telah terjadinya suatu tindak pidana hak paten maka perlu diadakan penyelidikan dan penyidikan. Penyidikan tindak pidana hak paten selain dilakukan oleh penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia juga dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang memiliki kewenangan tertentu pula. Setidaknya ada 11 alasan penolakan paten pada pemeriksaan paten secara substantif. Penyebab yang paling sering dilakukan penolakan adalah bahwa invensi yang dimohonkan untuk memperoleh perlindungan hukum tidak memiliki kebaruan dan tidak mengandung langkah inventif sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 dan 3 UUP, seperti halnya yang terjadi terhadap penolakan paten Bajaj Auto Limited (BAL). Pada dasarnya, prinsip pemeriksaan paten di Indonesia dan di Jepang adalah sama, hanya saja pemeriksaan paten di Jepang sangat ketat dalam menentukan langkah inventifAbstractLegal protection of the invention of technology, is expected to stimulate inventors to be more creative and innovative in finding various inventions in technology. Especially for foreign inventors that dominate patent registration in Indonesia. So, it is neccesary to know procedures and terms of Indonesian patent law that it often do not meet of the foreign patent applicants and implications of legal protection and also enforcement for Indonesia as participants Patent Cooperation Treaty (PCT). This normative legal research count heavely on discovering of the law principles oin patents and synchronization of the rules concerning the protection of inventions of technology and foreign patents into the national legal system in Indonesia. In Indonesia, the Law enforcement of foreigns patent normatively already stated in article 130 to article 135 of the Act No. 14 of 2001 onpatents. In terms of criminal to determine the occurrence of a patent crime, it needs to inquiry and do the investigation. The investigations of patents criminal, both carried out by police and certain civil servant investigators. At least, there are 11 excuses for patent rejection on patent examination, substantively.The most frequent cause of rejection is that the inventions are applied to obtain legal protection do not have the novelty and inventives , as defined in article 2 and 3 UUP, as just was the case against the patent rejection of Bajaj Auto Limited (BAL). Basically, the principles of patent examination in Indonesia and in Japan is the same, only the examination of patents in Japan is very strict in determining inventive measures.
STANDARDISASI BANGUNAN KANTOR IMIGRASI KELAS I SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK (Standardization of Immigration Offices BuildingClass I As An Effort To Promote Public Service) Sinaga, Edward James
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 1 (2016): March Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.23-35

Abstract

AbstrakKantor Imigrasi Kelas I sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) merupakan perwujudan dari bentuk Instansi Pemerintah yang melayani masyarakat dibidang keimigrasian.Keberadaan Kantor Imigrasi memiliki peran yang sangat penting dalam hal pelayanan publik, seperti pengurusan dokumen perjalanan, visa, ijin tinggal dan status, penyidikan dan penindakan, lintas batas, dan kerjasama luar negeri serta sistem informasi keimigrasian. Dalam rangka optimalisasi pelayanan yang baik kepada masyarakat dan seiring dengan intensitas pelayanan yang semakin meningkat, maka perlu upaya untuk memiliki gedung yang lebih layak dan memadai dalam rangka memberikan kenyamanan baik bagi pegawai yang melayani, maupun bagi masyarakat.Tujuan tulisan ini untuk mendesain kantor imigrasi yang sesuai dengan kegiatan dan kebutuhan pengguna kantor imigrasi kelas I sehingga dapat memberikan rasa nyaman serta aman bagi penggunannya. Dengan menggunakan descriptive analysis sehingga dapat menggambarkan gedung standar bangunan Kantor Imigrasi Kelas I dengan cara menelaah secara teratur, objek, dan secara cermat.Kondisi eksisting gedung Kantor Imigrasi Kelas I yang saatini dinilai kurang representatif untuk menunjang kegiatan pelayanan publik di bidang keimigrasian yang lebih transparan.Tidak hanya transparan dalam kegiatan pelayanan publiknya namun seharusnya juga diterapkan dalam tampilan bangunan serta layout ruang di dalamnya dengan meningkatkan sarana prasarana yang menunjang agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan memperlancar kinerja pelayanan.Untuk mengembangkan standar bangunan Kanim Kelas I diperlukan siteplan bangunan Kanim Kelas I, Pengaturan ruang,Spesifikasi ruang-ruang utama berikut perabotnya,dan pola hubungan kedekatan ruang.Kata Kunci: Standar Gedung, Kantor Imigrasi Kelas I,PelayananPublikAbstractImmigration offices Class I as a technical unit (UPT) are manisfestation of government institutional that serve public in immigration. They have very important role in public service such as travel document arrangement, visa, license of stay and status, investigation and prosecution, transboundary and foreign cooperation relationship and immigration information system. In order to optimalize their good service to public/people and in line with intensity that grow increasingly, time by time, so it is necessary to construct good and standard building to give convenience, both officers and people. This research used analytical descriptive to describe a standard of immigration office building Class I studying object, orderly and thoroughly. The existing of that building are not representative to support public service more transparant, both the service and the look of building, the lay out of the building. They should be repaired by improving infrastructures as people`s need and also to support activities to increase performance. To develop standard of building were needed site-plan, room arrangement, the spesification of main room and furnitures, and pattern of joinning-room.Keywords: Standard of Building, Immigration Office Class I, Public Service