Kepiting bakau (Scylla sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan bernilai ekonomis, memiliki kandungan gizi yang baik, dan banyak diminati oleh masyarakat. Kepiting bakau hidup di daerah mangrove pada perairan dengan suhu 25-35°C, salinitas 15-25 ppt, pH 7,5-9, dan oksigen terlarut >4 mg/L. Kepiting bakau diproduksi untuk memenuhi pasar nasional juga pasar internasional. Produksi kepiting bakau dari tahun 2016-2018 sangat fluktuatif. Salah satu kendala yang dihadapi untuk meningkatkan produksi kepiting bakau yaitu belum adanya budidaya kepiting secara mandiri. Nelayan masih mengandalkan penangkapan kepiting dari alam. Salah satu langkah awal untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan melakukan survey untuk melihat potensi budidaya kepiting di lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2021 di Desa Kuala Pembuang. Metode yang digunakan yaitu metode survey menggunakan teknik wawancara dengan kueisioner sebanayak 15 pertanyaan dengan 10 responden yang berprofesi sebagai nelayan. Data hasil survey dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah kondisi ekonomi, ekologi kepiting bakau, dan ketertarikan nelayan untuk budidaya kepiting bakau dalam upaya mengurangi penangkapan di alam. Penangkapan kepiting oleh nelayan menggunakan alat tangkap rakang. Waktu penangkapan kepiting dilakukan setiap hari tergantung pasang surut. Klasifikasi harga jual kepiting yaitu betina bertelur, jantan (A1), jantan (A2), dan betina. Habitat kepiting bakau masih lestari dan tidak ditemukan kelangkaan pada 3-5 tahun terakhir. Budidaya kepiting bakau di Kuala Pembuang II sangat potensial untuk dikembangkan oleh nelayan dengan dukungan dari Dinas perikanan, perguruan tinggi, dan lembaga-lembaga terkait. Perlu dilakukan pengkajian mendalam terkait lingkungan habitat kepiting bakau secara mendalam meliputi kualitas air dan karakteristik perairan.