Pada tahun 2018 Komisi Uni Eropa mengeluarkan kebijakan yang bernama Arahan Energi Terbarukan atau Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Directives II (RED II) yang diajukan oleh Komisi Eropa, Kebijakan yang dikeluarkan tersebut diangggap telah mendiskriminasi produk kelapa sawit karena membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan Biofuel berbasis minyak kelapa sawit sehingga beredampak negatif terhadap ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar Uni Eropa serta kebijakan tersebut tidak sesuai dengan hukum perdagangan internasional. Berdasarkan Hal tersebut penulis tertarik untuk analisa Penyelesaian Sengketa Serta Perlakuan Khusus dan Berbeda Dalam Ketentuan World Trade Organization Bagi Negara Berkembang Khususnya Produk Kelapa Sawit Indonesia. Penlitian ini menggunakan metode Penelitian Hukum Yuridis Normatif, biasanya hanya merupakan studi dokumen, yakni menggunakan sumber sumber data sekunder saja yang berupa peraturan-peraturan, perundang-undangan, keputusan keputusan pengadilan, teori-teori hukum dan pendapat-pendapat para sarjana hukum terkemuka, yang mana dikaji dari berbagai aspek seperti aspek teori, filosofi, perbandingan, struktur komposisi, konsistensi, penjelasan umum dan penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang serta bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum. Sehingga dapat kita simpulkan pada penelitian hukum normatif mempunyai cakupan yang luas. Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian yakni bagaimana implementasi khusus dan berbeda dalam ketentuan WTO bagi negara berkembang serta apakah upaya yang harus dilakukan Indonesia dalam menyelesaikan sengketa diskriminasi kelapa sawit yang dilakukan oleh Uni Eropa.