Doddy M. Yuwono, Doddy M.
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

ANALISIS NERACA SPASIAL HUTAN MANGROVE DI WILAYAH PROBOLINGGO Yuwono, Doddy M.; Cahyo, Anggoro; Hartini, Sri; Suprajaka, Suprajaka
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 17, No 1 (2015)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (700.887 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2015.17-1.214

Abstract

Mangrove Pulau Jawa telah mengalami degradasi yang cukup signifikan dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Permasalahan tersebut diperparah dengan terbatasnya ketersediaan data spasial yang memadai untuk mengetahui besar maupun laju perubahan/penurunan luas hutan mangrove. Analisa neraca spasial digunakan untuk mengetahui perubahan lahan mangrove. Ketersediaan data spasial yang terbatas dan bersumber dari beragam data citra, menjadi masalah dalam penyediaan data geospasial untuk analisa neraca karena terdapat perbedaan karakter pada data citra yang digunakan. Penelitian ini mendemonstrasikan dan mengkaji bagaimana penggunaan sumber citra dengan perbedaan karakteristik spasial dan spektral untuk analisa neraca spasial perubahan lahan mangrove dengan mengambil lokasi kasus sebagian area mangrove di Probolinggo Jawa Timur. Penelitian ini memberikan indikasi bahwa ketidakpastian dalam data spasial perlu diperhitungkan dalam analisis atau pemetaan neraca spasial. Citra SPOT 4 liputan tahun 2006/2007 digunakan sebagai data awal atau data aktiva yang menunjukkan kondisi awal sumber daya mangrove, sedangkan citra GeoEye dan Quickbird tahun 2010/2011 digunakan sebagai data akhir/pasiva. Metode yang digunakan adalah interpretasi citra dengan metode gabungan antara klasifikasi digital unsupervised dan interpretasi visual, serta dilengkapi dengan kerja lapangan dan generalisasi data spasial. Proses penyusunan neraca dengan membandingkan antara data aktiva dan pasiva. Penyesuaian model data vektor atau generalisasi dilakukan untuk mendapatkan perbandingan yang sama antara dua layer vektor hasil klasifikasi yang bersumber dari dua data citra yang berbeda. Metode generalisasi yang diterapkan adalah aggregate polygon, smoothing polygon, dan simplify polygon. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa luasan sebagian area mangrove di Kota Probolinggo mengalami penurunan sebesar 0,52 km2 atau 38,8%, dan penurunan area mangrove di Kabupaten Probolinggo sebesar 0,41 km2 atau 16,7%. Pemetaan neraca menggunakan dua sumber citra dengan karakteristik spasial dan spektral yang berbeda, dapat menghasilkan kualitas pemetaan yang kurang dapat diandalkan (26,35 m) dibandingkan dimensi piksel citra (20 m) yang digunakan sebagai input analisis.Kata kunci: mangrove, neraca spasial, generalisasiABSTRACTMangrove forest in Java Island has been significantly degrading and experiencing deforestation in the last 20 years. Limited spatial data and information is one of the difficulties in analyzing mangrove forest change and deforestation rate.Spatial balance derived from various digital satellite image data is used to analyse mangrove forest change. However, differences in imageries characters and specifications are the main obstacle for spatial balance analysis. This research demonstrate and evaluate how difference spatial and spectral characteristics of imageries used for spatial balance anlysis and mapping. This research tries to indicate, not an exact calculation, a spatial uncertainties occured in spatial balance mapping and analyses. Location of the research took place in a specific mangrove forest area covered by SPOT, GeoEye, and Quickbird imageries in Probolinggo Region Jawa Timur. SPOT imagery 2006/2007 showed initial state of mangrove forest while GeoEye and Quickbird imageries showed the present state. Hybrid classification was used as primary method in this research. Furthermore, field work and spatial generalization completed the whole methodology. Spatial balance analysis was conducted based on comparison of two generalized spatial data derived from the satellite imageries. Spatial generalization used for cartographic refinement was: aggregate polygon, smoothing polygon, and simplify polygon. The result showed that mangrove forest in Probolinggo City was deforested around 0.52 km2 or around 38.8%. While, mangrove area deforestation in Probolinggo Regency was of 0.41 km2 or around 16.7%. Spatial balance analysis using two difference spatial and spectral characterization resulting a poor quality (26.35 m) comparing to image pixel dimension (20 m) used as an input for analysis.Keywords: mangrove, spatial balance, generalization
PEMETAAN PROFIL HABITAT DASAR PERAIRAN DANGKAL BERDASARKAN BENTUK TOPOGRAFI: Studi Kasus Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Jakarta Setyawan, Iwan E.; Siregar, Vincentius P.; Pramono, Gatot H.; Yuwono, Doddy M.
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 16, No 2 (2014)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (719.617 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2014.16-2.58

Abstract

ABSTRAKHabitat dasar perairan dangkal mempunyai peran besar baik secara ekonomi maupun ekologi. Ketersediaan informasi habitat dasar menjadi sangat penting seiring kesadaran pengelolaan berbasis lingkungan. Citra satelit menjadi salah satu sumber untuk identifikasi dan informasi spasial. Pada umumnya informasi luasan habitat dasar perairan dihitung secara planimetrik. Hal ini menyebabkan kurang akuratnya hasil luasan terutama pada daerah dengan variasi topografi yang besar dan untuk pemetaan skala besar seperti pada pulau kecil. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk memberikan alternatif metode pemetaan dalam perhitungan luas habitat bentik yang lebih akurat dengan mempertimbangkan topografi dasar perairan. Kemampuan citra satelit multispektral menembus kolom air dapat digunakan untuk memberikan informasi habitat dasar dan morfologi dasar perairan. Pendekatan penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan nilai batimetri dan hasil identifikasi habitat sehingga menggambarkan kondisi nyata dan memperoleh luas yang lebih mendekati kenyataan. Penelitian dilakukan di P. Panggang, Kepulauan Seribu Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perbaikan luasan habitat dasar kelas karang 2,85%, karang dan Death Coral Algae (DCA) 1,08%, lamun rapat 0,38%, lamun sedang 0,12%, pasir 0,11%, pasir berlamun dan pasir rubble masing-masing sebesar 0,06%.Kata Kunci: pemetaan, Citra Worldview-2, habitat dasar, topografi dasar lautABSTRACTShallow water benthic habitat has a major role both economically and ecologically. The availability of benthic habitat information become very important along with the awareness of management based on environment. Satellite imagery becomes one of the sources for the identification and spatial information. In general, information of habitat benthic area isobtained only planimetric calculated. This leads toless accurate results, especially in the area of the large variations in topography and for detail scale mapping of such small island. The purpose of the study is to provide an alternative method of mapping the benthic habitat area calculation more accurate by considering benthic topography. Penetration of multi spectral bands gives benefits to identificate of benthic habitat and sea bottom morphology. The approach of this study by incorporating the results of the identification of habitats and bathymetry extract of Worldview-2 image combined to obtain more accurate results closer to reality. The study site is around Panggang Island, Jakarta. The results showed an improvement on habitat area measurement indicated by the correction of each habitat classes: coral habitat increase2.85%, coral with Death Coral Algae (DCA) increase 1.08%, dense seagrass increase 0.38%, medium seagrass increase 0.12%, sand increase 0.11%, sand with rubbleand sand with coarse seagrass respectively increase by 0.06%.Keywords: mapping, Worldview-2 Imagery, benthic habitat, sea surface topography