Albert Parsaoran Sihotang
Universitas Kristen Duta Wacana

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Heteroseksual sebagai Politik Identitas: Kajian Sosio-ideologi Larangan Homoseksual dalam Imamat 18:22 melalui Perspektif LGBT Albert Parsaoran Sihotang
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 1 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2023.81.950

Abstract

AbstractThis article offers a different interpretation of Leviticus 18:22, which has traditionally been seen as a scripture that forbids homosexuality. The Bible outright condemns various sexual orientations such as homosexuality, bisexuality, and bestiality; as a result, the Old Testament portrays heterosexuality as the proper sexual identity. The general reading of texts frequently devolves into pros and contras but leaves little room for other aspects of the text that can allow for a more transformative interpretation. In fact, when texts and the reality of today’s plurality in sexual orientations collide, dominant and judgmental meanings often result. Due to this, socio-ideological studies reread Leviticus 18:22 from an LGBT viewpoint in order to shed light on the Priest’s Tradition’s ideological role in promoting heterosexuality as its identity politics. This analysis gives space to the sociopolitical situation that gives the book its shape, departing fromawareness and skepticism of the existence of other realities that are not described or even repressed in the text (behind the text). Hence, it is hoped that the text’s true meaning, one that liberates prejudice via conversation and creativity, might be recovered.  AbstrakArtikel ini memberikan pembacaan alternatif terhadap teks Imamat 18:22 yang selama ini cenderung dipahami sebagai teks yang mengecam homoseksual. Teks secara eksplisit menolak beragam orientasi seksual seperti homoseksual, biseksual, bestialitas; dan dengan demikian menggambarkan heteroseksual sebagai identitas seksual yang benar dalam Perjanjian Lama. Pembacaan umum terhadap teks acap kali sekadar jatuh pada persoalan pro-kontra, namun tidak memberikan ruang terhadap dimensi lain dari teks yang mungkin memberikan pembacaan yang lebih transformatif. Sebab dalam faktanya, perjumpaan teks dengan realitas keberagaman orientasi seksual di masa kini cenderung memberikan makna yang menghegemoni dan menghakimi. Untuk itu, kajian sosio-ideologis berupaya menguak peran ideologis dari Tradisi Imam yang mempropagandakan heteroseksual sebagai politik identitasnya, serta membaca ulang teks Imamat 18:22 melalui perspektif LGBT. Berangkat dari kesadaran dan kecurigaan akan adanya realitas lain yang tidak digambarkan bahkan dibungkam dalam teks, kajian ini memberikan ruang terhadap situasi sosial-politik yang membentuk teks (di balik teks). Dengan demikian, diharapkan tercapai pemulihan makna dari teks yang membebaskan prasangka secara jujur, dialogis, dan kreatif.
Reinterpretasi Teks Kekerasan dalam Teks Suci: Sebuah Interpretasi Emansipatoris melalui Kritik Ideologi Albert Parsaoran Sihotang
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 6, No 1 (2023): September 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v6i1.448

Abstract

Kekerasan mengatasnamakan agama adalah fenomena sosial-politik yang masih terjadi hingga saat ini dalam konteks multi religius dan multi kultur di Indonesia. Jikalau ditelisik lebih jauh, dorongan maupun tindakan kekerasan ini dipengaruhi kuat oleh pemahaman dan pembacaan terhadap teks sucinya masing-masing, terutama terhadap teks-teks yang secara eksplisit (literer) berbicara mengenai isu-isu kekerasan. Pembacaan harfiah cenderung menjadi akar dari sikap eksklusif, dominasi, superioritas yang berujung pada aksi kekerasan. Teks tidak sekadar hadir sebagai otoritas terhadap suatu komunitas itu sendiri tetapi juga komunitas lain melalui klaim-klaim kebenaran yang sangat eksklusif. Untuk itu, diperlukan upaya reinterpretasi terhadap teks-teks suci yang bernuansa kekerasan. Salah satunya dalam konteks Indonesia, di mana hibriditas sosio-kultur atau keterhubungan identitas satu dengan yang lain menjadi dorongan untuk menafsir ulang teks-teks kekerasan dalam semangat pembebasan. Menafsir teks-teks kekerasan tidak lagi sekadar mengupayakan seorang insider yang kritis maupun seorang outsider yang terbuka, melainkan menghadirkan komunitas pembaca yang sadar, peka, dan kreatif dalam konteks kehidupan bersama. Maka, sikap bela rasa (solidaritas), kebersamaan, dan kepercayaan sosial adalah manifestasi dari semangat emasipatoris. Tulisan ini menguak bahwa sikap dan tindak kekerasan dalam agama adalah persoalan interpretasi terhadap teks-teks kekerasan (problematik) dalam teks suci. Melalui sumbangsih dari kritik ideologi, menafsir teks-teks kekerasan dalam teks suci adalah upaya untuk membangun makna (pemulihan makna) dalam konteks bersama yang dialogis, humanis, dan kreatif.