Parhan Muntafa
Fakultas Hukum, Universitas Islam Bandung, Kota Bandung, Indonesia

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Penerapan Hukum Pidana Mati Bersyarat Dalam KUHP Baru di Hubungkan dengan Asas Kepastian Hukum Parhan Muntafa; Ade Mahmud
Jurnal Preferensi Hukum Vol. 4 No. 2 (2023): Jurnal Preferensi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55637/jph.4.2.6918.130-136

Abstract

Sanksi pidana telah diatur pada Pasal 10 KUHP, salah satunya pidana pokok hukuman mati. Namun pada pelaksanaanya terhadap penerapan sanksi pidana mati terhadap pelaku tindak pidana masih menjadi perdebatan yang cukup serius terhadap eksekusi mati yang masih relatif tidak memberikan kepastian hukum, terlebih setelah disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada sebuah terobosan baru bahwa hukuman pidana mati bukan lagi pidana pokok melainkan pidana khusus yang diancamkan secara alternatif atau menjadi pidana mati bersyarat dengan diberikan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun. Tujuan dari penelitian yaitu: menganalisis urgensi penjatuhan pidana mati bersyarat di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan mengkaji beberapa norma, spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif da teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah: Urgensi Pidana mati dapat dilaksanakan menurut undang-undang republik indonesia nomor 1 tahun 2023 tentang kitab undang-undang hukum pidana, setelah berkelakuan baik dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh), mendapatkan persetujuan dari Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung, kemudoan hukumannya dapat berubah menjadi pidana penjara seumur hidup. Pemberian pidana mati besyarat sebagaimana di dalam Pasal 100 ayat (4), ada sebuah kata frasa “dapat”, hal ini justru akan memberikan sebuah ketidakpastian ketika dapat di ganti atau tidaknya pidana mati menjadi pidana seumur hidup. Hal ini batas waktu masa percobaan pidananya terlalu lama, kemudian proses peradilan tidak memiliki kepastian akan putusan yang didapatkannya serta belum diatur jelas mengenai batas waktu terbitnya keputusan presiden tersebut.