Tulisan ini menyajikan tentang pengalaman moderasi beragama dengan melibatkan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat. Penelitian kualitatif (qualitative research) Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pendekatan etnopedagogi. Di Pesantren, kearifan lokal bukan hal sulit untuk diterapkan karena dalam kehidupan mereka dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa masyarakat setempat contoh pesantren Shohifatusshofa dan Pesantren As’adiyah berbahasa Bugis karena masyarakat Malangke menggunakan bahasa Bugis dalam berkomunikasi. Pesantren As’adiyah Belawa Baru dan Pesantren Shohifatusshofa telah membawa dampak positif masyarakat plural Luwu Utara. Nilai moderasi diterapkan di pesantren 1)Tawassut (jalan tengah) 2) Tawazun (seimbang) 3) I’tidal (adil) 4) Tasamuh 5) Syura (musyawarah) 6) Islah (reformasi); 7) Tatawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif), 8) Tahaddur (berkeadaban), 9) Qudwatiyah, dll . Dalam model pendidikan serta pengembangan ajaran moderasi beragama di berbagai kalangan Masyarakat. Dakwah yang dilakukan oleh guru/kiai dapat diterima baik oleh masyarakat karena dakwah moderasi Islam yang disampaikan oleh Pesantren Shohifatusshofa dan Pesantren As’adiyah berbahasa Bugis adalah dakwah bercorak kemasyarakatan yang mengakomodasi budaya setempat, dan penyampaian yang penuh hikmah. Selain konsep budaya Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakaingge, Sipakatou. Memberi dimensi punya cinta dan kasih sayang terhadap sesama. Sehingga santri harus selalu menghargai kedamaian, senang membantu sesama manusia