Nursihah, Arif
STAINU Tasikmalaya

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

FENOMENA HAIR DYING DALAM KAJIAN HADIS Nursihah, Arif
JURNAL PENELITIAN KEISLAMAN Vol 12, No 1 (2016): (Januari)
Publisher : LP2M IAIN Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hadis-hadis yang menganjurkan untuk menyemir rambut yang beruban, jika ditelusuri sabab wurud-nya, berasal dari kasus Abu> Bakr al-S{iddi>q yang membawa ayahnya, Abu Quh}a>fah. Rambut dan jenggot Abu> Quh}a>fah telah memutih bak tumbuhan thaghamah yang buahnya putih menyerupai uban. Dari itu, Nabi SAW memerintahkan kepada isteri Abu> Quh}a>fah untuk mengubah warnanya, dengan tidak menggunakan warna hitam. Setelah peristiwa ini, Abu Quh}a>fah dijuluki Abu> Qata>dah sebagai orang muslim pertama yang mengecat rambutnya. Penelitian kajian teks ini bertujuan untuk memberikan garis yang jelas mengenai hukum menyemir rambut, baik yang menganjurkan menyemir uban dan yang melarang menyemir rambut dengan warna hitam hanyalah bersifat temporal dan lokalistik (tidak universal). Fenomena hair dying dikaji dengan cara mendialogkan antar pendapat atau fatwa para fuqoha dan ulama madzhab (rival explanation) sebagai corak yang ada dalam penelitian kepustakaan (library research). Data-data yang dikumpulkan diambil dari berbagai referensi; baik referensi primer, sekunder, maupun data pendukung. Data-data yang dikumpulkan dianalisis dengan cara content analysis (analisis isi). Hasil penelitian ini bahwa tradisi mewarnai rambut dengan berbagai tujuannya, telah dilakukan ribuan tahun yang lalu semenjak peradaban Mesir Kuno sebelum Masehi. Adalah Abu> Quh}a>fah, ayah Khalifah pertama, yang melakukan praktek ini dari kalangan Muslim atas dasar perintah Nabi. Nabi dalam hadisnya banyak menyebut semir rambut, baik berupa anjuran, larangan bahkan ancaman. Hadis-hadis tersebut idealnya dibaca konteks keluarnya, untuk dipadankan dengan konteks kekinian. Pada akhirnya, ternyata hadis-hadis tersebut tepat bila tidak dipahami secara universal, melainkan temporal