Abstrak Tulisan ini membahas tentang konsep syu>ra> atau musyawarah dalam Al-Qur’an. Di era kontemporer, syu>ra> sering di kaitkan dengan beberapa teori politik modern, diantaranya seperti sistem demokrasi. Hal tersebut tentunya akan mereduksi makna dari syu>ra> dan demokrasi. Tulisan ini akan mendiskusikan apakah konsep syu>ra>, sebagai lembaga dan pranata kenegaraan di zaman modern, dapat diintegrasikan dengan sistem demokrasi. Untuk menjawab problematika tersebut, penulis menggunakan pendekatan kebahasaan sebagai pisau analisisnya, yaitu pendekatan semiotika. Istilah syu>ra> merupakan simbol atau tanda dari penyampaian pesan yang harus di interpretasikan. Salah satu dari teori semiotika yaitu pendekatan yang ditawarkan oleh Roland Barthes. Terdapat dua tahapan dalam teori semiotika Barthes. Tahapan pertama yaitu sistem linguistik atau makna denotasi dan tahapan kedua yaitu sistem mitologi atau makna konotasi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: pertama, pada sistem linguistik atau makna denotasi kata syu>ra> / musyawarah memiliki makna mengambil madu (pendapat), perundingan, dan perembukan yang bertujuan untuk mendapatkan suatu keputusan bersama. Kedua, sistem mitologi atau makna konotasi, kata syu>ra> / musyawarah dalam sistem ini sering di sebut sebagai demokrasi karena kedua konsep tersebut memiliki kesamaan yaitu untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang berasaskan keadilan sesuai dengan keputusan bersama. Akan tetapi menyamakan kedua istilah tersebut sebagai satu kesatuan dalam arti sinonimitas bukanlah hal yang tepat, karena selain memiliki kesamaan, syu>ra> dan demokrasi juga memiliki perbedaan yang sangat signifikan.