Penyalahgunaan narkotika merupakan masalah serius yang berdampak negatif bagi setiap individu, masyarakat, dan negara melanda berbagai lapisan masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami fenomena penyalahgunaan narkotika di wilayah Ciomas, Kabupaten Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, dan analisis dokumen terkait. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penyalahgunaan narkotika di wilayah Ciomas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lingkungan sosial, tekanan ekonomi, kurangnya pendidikan tentang bahaya narkotika, dan kurangnya kesadaran akan dampak negatifnya. Keterkaitan antara penegakan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika diatur oleh UU Narkotika, yang mengadopsi sistem peradilan rehabilitasi dan peradilan pidana berdasarkan pendekatan yuridis normatif. Sayangnya, dalam upaya menangani penyalahgunaan narkotika, sistem peradilan rehabilitasi sering diabaikan oleh aparat penegak hukum di Indonesia. Korban penyalahgunaan narkotika, menurut perspektif yuridis normatif, adalah individu yang mengalami penderitaan dan memerlukan perawatan fisik dan psikologis serta dukungan masyarakat agar dapat kembali hidup normal. Pemberian hukuman penjara kepada pengguna narkotika masih belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip UU Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, yang memberikan hak rehabilitasi kepada pengguna narkotika dengan mengarahkan mereka ke lembaga rehabilitasi melalui putusan pengadilan. Hal ini dianggap sebagai alternatif sanksi pidana yang lebih efektif dalam menangani pelaku penyalahgunaan narkotika dan mengatasi peredaran gelap narkotika jika dibandingkan dengan pengenaan hukuman penjara. Namun, penerapan hak rehabilitasi terhadap pengguna narkotika di Indonesia masih menghadapi kendala internal, eksternal, dan peraturan hukum yang belum optimal.