Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah menentukan secara limitatif alat bukti yang sah menurut undang-undang yang meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam Perkara Nomor914/Pid.B./2018/PN.Jkt.Sel., salah satu alat bukti surat yang digunakan adalah berupa surat yang diduga palsu. Permasalahannya kemudian adalah bagaimana kekuatan pembuktian alat bukti surat tersebut, jika dikaitkan dengan Pasal 183 KUHAP dan Pasal184 KUHAP. Setidaknya permasalahan ini yang menjadi alasan bagi penulis untuk mengambil skripsi dengan judul Pembuktian Tindak Pidana Penggunaan Surat Palsu (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 914/Pid.B./2018/PN.Jkt.Sel.Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis kekuatan pembuktian surat palsu dalam tindak pidana penggunaan surat palsu dan dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian preskriptif. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui kepustakaan dan dokumenter serta diuraikan secara sistematis. Hasil Putusan Nomor 914/Pid.B./2018/PN.Jkt.Sel diperoleh hasil bahwa tindak pidana penggunaan surat palsu yaitu Kartu Tanda Penduduk, berkaitan dengan adanya alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan keterangan terdakwa tersebut sudah terpenuhinya minimum alat bukti dan terpenuhinya semua unsur Pasal 263 ayat (2) KUHP. Hakim juga melihat fakta-fakta hukum di persidangan dan tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana maka dari itu terdakwa mampu bertanggung jawab atas perbuatannya dan terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggunaan surat palsu. Kata Kunci: Pembuktian, Alat Bukti surat, Penggunaan Surat Palsu