Penggunaan antibiotik untuk diare, yang tidak tepat, mengakibatkan bakteri menjadi resisten. Selain antibiotik, terapi menggunakan obat alam dipakai untuk meredakan gejala diare. Salah satu bahan alam yang dikembangkan adalah lengkuas. Tujuan dari penelitian ini mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak metanol dan fraksi rimpang lengkuas (Alpinia galanga) terhadap Shigella sonnei dan Bacillus cereus. Rimpang tumbuhan lengkuas diekstraksi dengan metanol 70%, kemudian difraksinasi dengan metanol 80%, kloroform, dan etil asetat. Metode disk dipakai untuk pengujian antibakteri sedangkan skrining fitokimia dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) serta pengujian bioautografi untuk menentukan senyawa metabolit sekunder yang bertanggung jawab sebagai antibakteri. Uji antibakteri ekstrak menggunakan konsentrasi 30%, 40%, 50%, dan 60% (atau 4,5; 6; 7,5; dan 9 mg/disk), dan menggunakan konsentrasi 100% yang mengandung 15 mg/disk untuk pengujian antibakteri fraksi. Antibiotik ciprofloxacin dan pelarut DMSO menjadi kontrol positif dan negatif. Ekstrak lengkuas konsentrasi 60% (9 mg/disk), memiliki daya hambat terbesar dibandingkan dengan konsentrasi lain, dengan diameter daerah hambat pada bakteri Shigella sonnei sebesar 12,08 ± 0,31 mm, dan pada bakteri Bacillus cereus sebesar 12,50 ± 0,41 mm. Pada pengujian terhadap Shigella sonnei dan Bacillus cereus, zona hambat yang dihasilkan fraksi kloroform lengkuas masing-masing berdiameter sebesar 16,17 ± 0,47 mm dan 11,67 ± 0,24 mm. Analisis fitokimia dengan KLT, menggunakan silika gel GF254 dengan fase gerak n-heksan:etil asetat (5:5) dan n-heksan:etil asetat (6:4). Golongan senyawa flavonoid, alkaloid, dan terpenoid terkandung pada ekstrak rimpang lengkuas, sedangkan fraksi kloroform mengandung flavonoid, alkaloid, dan fenolik. Hasil bioautografi, flavonoid dan alkaloid terbukti menjadi golongan metabolit sekunder yang menghambat pertumbuhan Shigella sonnei dan Bacillus cereus