Demam tifoid merupakan permasalahan kesehatan global terutama di negara berkembang, salah satunya Indonesia. Jawa Tengah adalah provinsi dengan jumlah kasus penyakit yang dicurigai sebagai demam tifoid tertinggi, mencapai 244.071 kasus yang terdistribusi di berbagai Kabupaten/Kota. Demam tifoid adalah kondisi akut pada bagian usus kecil yang diinduksi oleh bakteri bernama Salmonella typhi. Obat untuk mengatasi masalah tersebut adalah antibiotik, penggunaan antibiotik yang kurang bijak dapat berkontribusi pada resistensi. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi yang dikaji dari segi kuantitas penggunaannya dengan metode ATC (Anatomical Therapeutic Chemical)/DDD (Defined Daily Dose) pada tahun 2020-2022. Penelitian ini masuk dalam kategori penelitian non-eksperimental dengan pendekatan analisis deskriptif non-analitik. Data dikumpulkan secara retrospektif menggunakan data sekunder yang dilakukan dengan metode purposive sampling, sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang dikumpulkan mencakup karakteristik pasien, jenis antibiotik yang digunakan, rute pemberian obat, dosis, dan jumlah penggunaan obat. Hasil penelitian terhadap 53 pasien terdapat 8 antibiotik yaitu amoxicillin, ampicillin, azithromycin, cefoperazone/sulbactam, ceftriaxone, ciprofloxacin, levofloxacin, dan chloramphenicol. Penggunaan antibiotik terbanyak pada penelitian ini adalah levofloxacin 0,5 g secara parenteral satu kali sehari dengan nilai 55,25 DDD/100 patient-days (64,46%). Sedangkan antibiotik yang masuk ke dalam segmen DU 90% adalah levofloxacin dan ceftriaxon secara parenteral.