Infeksi saluran kemih merupakan penyakit adanya mikroorganisme didalam urin yang berpotensi menyerang saluran kemih. Prevalensi ISK menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014 terdapat sekitar 180.000 kasus per tahun. Terapi ISK paling utama adalah antibiotik dan seringkali disertai terapi suportif. Penggunaan terapi memungkinkan terjadinya drug related problems yang menyebabkan kegagalan pengobatan sehingga perlu dievaluasi untuk dapat meningkatkan ketepatan dalam penggunaan terapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian drug related problems meliputi masalah obat terkait indikasi (indikasi tanpa obat dan obat tanpa indikasi); efektivitas terapi (ketidaktepatan penggunaan obat dan kontraindikasi), dosis (dosis kurang dan dosis lebih) dan interaksi obat pada pasien ISK rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2022. Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dan dianalisis secara deskriptif. Teknik pengambilan sampel dengan metode purposive sampling, dengan kriteria inklusi yaitu pasien anak maupun dewasa yang menjalani rawat inap dengan diagnosa ISK atau sistitis, pasien tanpa diagnosa infeksi lain, pasien memperoleh minimal 2 obat, memiliki data rekam medik lengkap meliputi nomor rekam medik, identitas pasien (nama, jenis kelamin, usia, dan berat badan (untuk anak)), diagnosis, gejala, data karakteristik obat (nama obat, dosis, frekuensi, rute dan tanggal pemberian), dan hasil laboratorium (jika ada). Data dianalisis berdasarkan pedoman IAUI (2020), Kulkarni (2019), BNF (2021), BNFC (2019), MIMS (2023), Drug Interaction Checker (drugs.com), dan Stockley Drug Interaction Handbook (2008). Hasil penelitian dari 97 pasien infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2022 menunjukkan bahwa jumlah angka kejadian drug related problems indikasi tanpa obat (8,25%), obat tanpa indikasi (23,71%), ketidaktepatan penggunaan obat (3,09%), kontraindikasi (5,15%), dosis kurang (22,68%), dosis lebih (29,90%), interaksi obat (78,35%).