Almasyah, Almasyah
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

HUKUMAN MATI DALAM TAFSÎR AL-MISHBÂH Almasyah, Almasyah; Nawawi, Abd Muid
Madani Institute : Jurnal Politik, Hukum, Ekonomi, Pendidikan dan Sosial-Budaya Vol. 13 No. 2 (2024): Madani Institute | Jurnal Politik, Hukum, Pendidikan, sosial dan Budaya
Publisher : Lembaga Penelitian dan Studi kebijakan MADANI Instutute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengungkapkan bahwa hukuman mati dalam tafsir al-Qur’an adalah hukuman yang berkaitan dengan tiga jenis sanksi hukum yang berbeda, yaitu qishâsh, hudûd, dan ta'zir. Namun, al-Qur'an mengatur penerapan hukuman mati hanya untuk kasus-kasus tertentu, hukuman mati berlaku dalam kasus pembunuhan berencana (al-qatl al-‘amd), di mana seseorang dengan sengaja mengambil nyawa orang lain. Selain itu, hukuman mati juga diberlakukan dalam kasus perzinahan yang dilakukan oleh pihak yang sudah menikah (az-zina al-muhshan). hukuman mati juga dapat diberlakukan dalam kasus pemberontakan atau makar (bughat), yang mengancam stabilitas dan keamanan negara. dan kemurtadan, yaitu ketika seseorang keluar dari agama Islam karena menghina atau mempermainkan agama (ar-riddah). Menurut Muhammad Quraish Shihab, Sayyid Qutb, Wahbah Al-Zuḥaili, Sya’rawi, Abû Hanîfah dan Qurthubî dengan membunuh si terpidana sampai mati, maka setiap orang yang merencanakan pembunuhan akan berpikir seribu kali. Sebab yang paling berharga bagi manusia adalah hidupnya, dan yang paling ditakutinya adalah kematian. Sebaliknya jika tidak ada hukuman mati terhadap si pembunuh, maka tangannya akan semakin ringan untuk menganiaya dan membunuh. Sementara pendapat Negara mengemukakan bahwa hukuman mati bertentangan dengan pasal 281 Ayat (4) UUD 1945 “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara terutama pemerintahan”. Sudah menjadi pengetahuan di kalangan para ahli hukum bahwa Criminal Justice System is not infallible. Sistem peradilan pidana tidaklah sempurna. Peradilan pidana dapat saja keliru dalam menghukum orang-orang yang tidak bersalah. Polisi, jaksa penuntut hukum maupun hakim adalah juga manusia yang bisa saja keliru ketika menjalankan tugasnya. Berkaitan dengan hukuman mati bersifat irreversibel. Orang di eksekusi mati tidak dapat dihidupkan lagi walaupun di kemudian hari diketahui bahwa yang bersangkutan tidak bersalah. Dengan demikian, al-Qur'an mengatur hukuman mati sebagai sanksi hukum yang ketat dan terbatas, yang hanya diterapkan dalam kasus-kasus yang serius dan merusak masyarakat atau agama Islam
HUKUMAN MATI DALAM TAFSÎR AL-MISHBÂH Almasyah, Almasyah; Nawawi, Abd Muid
Madani Institute : Jurnal Politik, Hukum, Ekonomi, Pendidikan dan Sosial-Budaya Vol. 13 No. 2 (2024): Madani Institute | Jurnal Politik, Hukum, Pendidikan, sosial dan Budaya
Publisher : Lembaga Penelitian dan Studi kebijakan MADANI Instutute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengungkapkan bahwa hukuman mati dalam tafsir al-Qur’an adalah hukuman yang berkaitan dengan tiga jenis sanksi hukum yang berbeda, yaitu qishâsh, hudûd, dan ta'zir. Namun, al-Qur'an mengatur penerapan hukuman mati hanya untuk kasus-kasus tertentu, hukuman mati berlaku dalam kasus pembunuhan berencana (al-qatl al-‘amd), di mana seseorang dengan sengaja mengambil nyawa orang lain. Selain itu, hukuman mati juga diberlakukan dalam kasus perzinahan yang dilakukan oleh pihak yang sudah menikah (az-zina al-muhshan). hukuman mati juga dapat diberlakukan dalam kasus pemberontakan atau makar (bughat), yang mengancam stabilitas dan keamanan negara. dan kemurtadan, yaitu ketika seseorang keluar dari agama Islam karena menghina atau mempermainkan agama (ar-riddah). Menurut Muhammad Quraish Shihab, Sayyid Qutb, Wahbah Al-Zuḥaili, Sya’rawi, Abû Hanîfah dan Qurthubî dengan membunuh si terpidana sampai mati, maka setiap orang yang merencanakan pembunuhan akan berpikir seribu kali. Sebab yang paling berharga bagi manusia adalah hidupnya, dan yang paling ditakutinya adalah kematian. Sebaliknya jika tidak ada hukuman mati terhadap si pembunuh, maka tangannya akan semakin ringan untuk menganiaya dan membunuh. Sementara pendapat Negara mengemukakan bahwa hukuman mati bertentangan dengan pasal 281 Ayat (4) UUD 1945 “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara terutama pemerintahan”. Sudah menjadi pengetahuan di kalangan para ahli hukum bahwa Criminal Justice System is not infallible. Sistem peradilan pidana tidaklah sempurna. Peradilan pidana dapat saja keliru dalam menghukum orang-orang yang tidak bersalah. Polisi, jaksa penuntut hukum maupun hakim adalah juga manusia yang bisa saja keliru ketika menjalankan tugasnya. Berkaitan dengan hukuman mati bersifat irreversibel. Orang di eksekusi mati tidak dapat dihidupkan lagi walaupun di kemudian hari diketahui bahwa yang bersangkutan tidak bersalah. Dengan demikian, al-Qur'an mengatur hukuman mati sebagai sanksi hukum yang ketat dan terbatas, yang hanya diterapkan dalam kasus-kasus yang serius dan merusak masyarakat atau agama Islam