Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Pertanggungjawaban Hukum Bpom dan Pelaku Usaha terhadap Peredaran Toxin dalam Obat Paracetamol Sirup Ditinjau dari Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. 13 Tahun 2022 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Indira Ratna Wismaya; Syam, M. Husni
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v4i1.9994

Abstract

Abstract Indonesia asserts health as a fundamental human right, with the government playing a crucial role in ensuring its fulfillment, particularly in overseeing the pharmaceutical industry. The Food and Drug Supervisory Agency (BPOM) is responsible for ensuring the safety of pharmaceutical products in the market, regulated by international agreements and the Health Law No. 17 of 2023. Despite regulations, violations persist, as seen in the case of paracetamol syrup containing harmful substances. The security crisis prompts questions about legal accountability, especially for BPOM. Legal accountability for BPOM is essential due to its negligence causing adverse effects on society, prompting a reassessment of its effectiveness and efficiency. This study explores the concept of legal accountability through the theory of delictual liability, emphasizing the state's responsibility for the institution's negligence that harms the public.This research employs a qualitative normative method using primary, secondary, and tertiary literature. Findings indicate that BPOM, as a supervisory institution, falls short of its responsibility for consumer safety and ensuring business compliance with Good Manufacturing Practice (CPOB) standards. Businesses also bear legal responsibility to consumers under the Consumer Protection Law (UUPK), including providing accurate product information and accountability for losses. Abstrak Indonesia menegaskan kesehatan sebagai hak asasi manusia yang fundamental, dengan pemerintah memiliki peran penting dalam memastikan pemenuhan hak tersebut, terutama dalam pengawasan industri farmasi. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertanggung jawab memastikan keamanan produk obat di pasaran. Peraturannya telah diatur dalam perjanjian internasional dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Meskipun memiliki peraturan, pelanggaran masih terjadi, seperti pada kasus obat paracetamol sirup yang mengandung bahan berbahaya. Krisis keamanan pada obat paracetamol menimbulkan pertanyaan terkait pertanggungjawaban hukum, terutama BPOM. Pertanggungjawaban hukum BPOM menjadi esensial karena kelalaian BPOM menyebabkan dampak negatif pada masyarakat, sehingga menyebabkan tuntutan penilaian kembali terhadap efektivitas dan efisiensi lembaga ini. Maka penelitian ini mengeksplorasi konsep pertanggungjawaban hukum melalui teori delictual liability, di mana negara harus bertanggung jawab atas kelalaian lembaga yang merugikan masyarakat. Metode penelitian ini yaitu normatif kualitatif dengan menggunakan data kepustakaan primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa BPOM sebagai lembaga pengawas tidak memenuhi tanggung jawabnya atas keamanan konsumen dan memastikan bahwa pelaku usaha sudah mematuhi standar CPOB. Pelaku usaha juga memiliki tanggung jawab hukum kepada konsumen sesuai UUPK termasuk memberikan informasi produk yang benar dan tanggung jawab atas kerugian.