When society thinks that there was a mistake by the state when passing a legal product, then this really happens because society is a condition sine qua non (absolute requirement) in making laws. Just as the recent law formation process does not reflect the meaning of meaningful participation. Laws were formed hastily without heeding the voices of the people. The type of research used is library research using a statutory approach to see whether the case is justified by positive law and justified by the norms that exist in society. Meanwhile, the analysis used is juridical-normative analysis. The aim of this research is to show that there are irregularities in law makers, especially in recent years, who have considered public participation as unimportant. The finding in this work is that the lack of public participation has been a problem for a long time. The meaning of participation so far has only been defined as the participation of "elites" or people who have power. In fact, public participation is a real form of citizen presence in carrying out supervisory functions. Meaningful participation as defined by the Constitutional Court through decision number 91/PUU-XVIII/2020 must be used as a guideline for law makers at every stage of law making. Keywords: Public Participation, Law Formation, Counstitutional Court Decesion Abstrak: Ketika masyarakat menganggap terdapat kekeliruan negara ketika mengesahkan sebuah produk undang-undang maka hal tersebut memang sungguh terjadi karna masyarakat merupakan condition sine qua non (syarat mutlak) dalam pembuatan undang-undang. Seperti halnya proses pembentukan undang-undang yang belakangan terjadi sangat tidak mencerminkan makna partisipasi yang bermakna. Undang-undang dibentuk secara terburu-buru tanpa mengindahkan suara-suara rakyat. Jenis penelitian yang digunakan yaitu bahan kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) guna melihat apakah kasus tersebut dibenarkan oleh hukum positif dan dibenarkan oleh norma-norma yang hidup dalam masyarakat. Sedangkan analisis yang digunakan yakni analisis yuridis-normatif. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menunjukan adanya kejanggalan pembentuk undang-undang, khususnya beberapa tahun kebelakang yang menganggap partisipasi publik seolah tidak penting. Temuan dalam karya ini ialah Minimnya partisipasi publik sudah menjadi problematika sejak lama. Pemaknaan partisipasi selama ini hanya diartikan sebagai partisipasi “elite” atau orang-orang yang memiliki kekuasaan. Padahal Partisipasi publik merupakan sebuah bentuk nyata kehadiran warga negara dalam menjalankan fungsi pengawasan. Partisipasi secara bermakna yang diartikan Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor 91/PUU-XVIII/2020 harus dijadikan pedoman pembentuk undang-undang dalam setiap tahap pembuatan undang-undang. Kata Kunci: Partisipasi Publik, Pembentukan Undang-Undang, Putusan Mahkamah Konstitusi.