Pemerkosaan merupakan bentuk kejahatan seksual yang dapat menimpa perempuan, pria, dan individu dari berbagai latar belakang, yang menjadi korbannya adalah anak di bawah umur. Tidak jarang ditemukan hakim memberikan vonis bebas terhadap pelaku pemerkosaan. Sehingga, diperlukan eksaminasi atas dakwaan maupun putusan pengadilan, seperti dalam putusan perkara nomor 197/Pid.Sus/2022/PN Lsk. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kajian mendalam terhadap berbagai aspek. Penting untuk meninjau ulang semua bukti yang diajukan dan fakta yang terungkap di persidangan guna mengidentifikasi apakah ada ketidak konsistenan atau kelemahan yang mempengaruhi putusan hakim. Dan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kejahatan pelecehan seksual, yaitu Pasal 285 KUHP tentang Tindak Pidana Perkosaan dan Pasal 81 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perlindungan Anak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis penerapan hukum terhadap pelaku pemerkosaan anak pada putusan perkara nomor 197/Pid.Sus/2022/PN Lsk serta untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan bebas pada putusan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu melalui pendekatan legislatif atau perundang-undangan (statue approach) dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang berkaitan. Data diperoleh dengan melakukan penelitian hukum, dokumen/literatur, dan kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian, keputusan hakim harus didasarkan pada bukti kuat dan proses hukum yang adil, dengan prioritas perlindungan anak. Kasus vonis bebas pada pelaku kejahatan seksual menunjukkan perlunya perbaikan dalam sistem hukum, termasuk penyelidikan, pengumpulan bukti, dan penerapan undang-undang yang lebih tegas. Serta pentingnya pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang kejahatan seksual terhadap anak sangat penting untuk mencegah kasus serupa.