Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan seksual non-fisik dan untuk mengetahui apakah kendala yang dialami dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan seksual non-fisik. Jenis penelitian ini adalah kualitatif yang digabungkan dengan pendekatan yuridis-empiris. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan dengan memilih instansi yang terkait dengan masalah dalam skripsi ini yaitu Pengadilan Negeri Makassar, Kejaksaan Negeri Makassar, Polrestabes Makassar, Kantor Advokat Jusman Sabir & Rekan dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data adalah kepustakaan dan wawancara. Metode analisis yang digunakan didalam penelitian ini yaitu mengguakan data primer dan data sekunder untuk menarik suatu kesimpulan terhadap masalah yang dibahas. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan seksual non-fisik pemerintah dan aparat penegak hukum melakukan berbagai sosialisasi atau penyuluhan hukum terkait Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan harapan bahwa kekrasan seksual non-fisik ini dapat terungkap dan segera ditindak lanjuti apabila ada kasus yang terjadi di masyarakat, serta kendala yang dialami dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan seksual non-fisik terdapat beberapa yakni: 1. Lemahnya isi pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, 2. Susahnya pembuktian tindak pidana kekerasan seksual non-fisik, 3. Tidak adanya dukungan keluarga, 4. Susahnya meminta keterangan dari korban karena kondisi psikologi, 5. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap sosialisasi yang dilakukan, 6. Perilaku masyarakat, 7. Dianggap mengekang kebebasan berpendapat This research aims to know and understand law enforcement against non-physical sexual violence and to find out what obstacles are experienced in the process of law enforcement against non-physical sexual violence. This type of research is qualitative combined with a juridical-empirical approach. This research was conducted in Makassar City, South Sulawesi by selecting agencies related to the problems in this thesis, namely the Makassar District Court, Makassar District Attorney's Office, Makassar Police Station, Jusman Sabir & Rekan Advocate Office and the Regional Technical Implementation Unit for the Protection of Women and Children (UPTD PPA). The types of data used are primary and secondary data. Data collection methods are literature and interviews. The method of analysis used in this research is using primary data and secondary data to draw a conclusion on the issues discussed. From the results of the research, it is found that in the context of law enforcement against non-physical sexual violence, the government and law enforcement officials conduct various socialization or legal counseling related to Law Number 12 of 2022 concerning Criminal Acts of Sexual Violence (UU TPKS) in the hope that this non-physical sexual violence can be revealed and immediately followed up if there are cases that occur in the community, as well as obstacles experienced in law enforcement against criminal acts of non-physical sexual violence there are several, namely: 1. The weak content of article 5 of Law Number 12 of 2022 concerning Criminal Acts of Sexual Violence, 2. The difficulty of proving non-physical sexual violence, 3. The absence of family support, 4. The difficulty of requesting information from victims due to psychological conditions, 5. The lack of public attention to the socialization carried out, 6. The behavior of the community, 7. Considered to curb freedom of speech