Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search
Journal : Kertha Desa

REMAJA SEBAGAI PELAKU PENGGUNA NARKOTIKA TERBANYAK DI INDONESIA Pradana, Putu Herdi; Yudiantara, I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi
Kertha Desa Vol 11 No 11 (2023)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak pidana penggunaan narkotika di Indonesia semakin meningkat persentasenya setiap tahunnya dengan remaja atau anak dibawah 30 tahun sebagai pelakunya. Penulisan ini ditujukan untuk mengetahui penyebab maraknya remaja menggunakan narkotika sebagai solusi dari permasalahan hidup mereka. Metode penulisan menggunakan penelitian normative, dimana metode ini didasarkan pada hukum positif yang berlaku di Indonesia dan berbagai sumber buku referensi yang berkaitan dengan tindak pidana narkotika. Berdasarkan pada Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang secara tegas menguraikan beberapa perbuatan mulai dari mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menggunakan narkotika yang jika dilakukan tanpa pengendalian dan pengawasan dari pihak yang berwenang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Rendahnya Sumber Daya Manusia para remaja serta pergaulan yang mengikuti negara yang negaranya melegalkan narkotika membuat gampang terpengaruh dan membuat kecanduan karena bagi sebagian orang memberikan efek nyaman serta membuat ketagihan tanpa memperdulikan konsekuensi penggunaan daripada narkotika. Drug use crimes in Indonesia are increasing in percentage every year with teenagers or children under 30 years as the perpetrators. This writing is intended to find out the cause of the rise of adolescents using drugs as a solution to their life problems. The writing method uses normative research, where this method is based on positive laws in force in Indonesia and various reference book sources related to narcotics crimes. Based on Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics which expressly outlines several acts ranging from importing, exporting, producing, planting, storing, distributing, and/or using narcotics which if done without control and supervision from the authorities can be categorized as criminal acts of abuse and illicit circulation of narcotics. The low Human Resources of adolescents and associations that follow countries whose countries legalize drugs make them easily influenced and addictive because for some people it has a comfortable and addictive effect regardless of the consequences of drug use.
ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBOCORAN RAHASIA DAGANG Nugraha, Dewa Oktryan; Yudiantara, I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi
Kertha Desa Vol 11 No 11 (2023)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi terkait pengaturan pemidanaan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana pembocoran rahasia dagang dari perspektif UURD dan KUHPidana. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan artikel ilmiah ini adalah penelitian normatif yang mana metode penyusunan yang memfokuskan pada pendekatan perundang-undangan (the statute approach). Berdasarkan hasil kajian penelitian ini, apabila seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana pembocoran rahasia dagang maka akan dikenakan pasal 322 ayat (1) dan 323 ayat (1) KUHPidana dan pasal 17 ayat (1) UURD. Adapun terkait dengan perbandingan dengan pengaturan Negara lain, di Amerika Serikat jika seseorang terbukti melakukan tindak pidana rahasia dagang maka dikenakan Section 2 UTSA. The aim of this research is to identify related criminal arrangements for someone who commits the criminal act of leaking trade secrets from the perspective of the UURD and Criminal Code. The research method used in preparing this scientific article is normative research, which is a preparation method that focuses on the statutory approach. Based on the results of this research study, if someone is proven to have committed the criminal act of leaking trade secrets, they will be subject to Article 322 paragraph (1) and 323 paragraph (1) of the Criminal Code and Article 17 paragraph (1) of the UURD. Regarding comparisons with other countries' regulations, in the United States, if someone is proven to have committed a trade secret crime, they are subject to Section 2 of the UTSA.
ANALISIS YURIDIS TINDAKAN SUPORTER SEPAKBOLA YANG MELAKUKAN HOOLIGANISME TERHADAP WASIT Tarigan, Naomi Claudie Iganta; Yudiantara, I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi
Kertha Desa Vol 12 No 3 (2024)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Studi ini bertujuan untuk menganalisis terkait pertanggungjawaban pidana oleh suporter yang melakukan hooliganisme terhadap wasit serta dapat mengetahui usaha yang bisa dilakukan dalam mengatasi hooliganisme yang dilakukan oleh suporter sepak bola. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah penelitian hukum normatif dimana dilakukan dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil dalam studi ini menunjukkan bahwa dalam hal suporter terbukti melakukan tindakan hooliganisme yakni melakukan penganiayaan terhadap wasit maka supporter dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Yang mana dalam pertanggungjawaban terhadap penganiayaan wasit oleh supporter merujuk pada Pasal 170 KUHP atau Pasal 351 KUHP. Sementara untuk membatasi terjadinya tindakan hooliganisme maka perlu adanya usaha preventif yang dilakukan oleh setiap pihak yang terkait. Adapun usaha preventif yang dapat dilakukan antara lain pengamanan stadion, pembuatan kartu identitas, serta pemberian edukasi. This study aims to analyze criminal liability by supporters who commit hooliganism against referees and can find out the efforts that can be made in overcoming hooliganism committed by football supporters. The method used in this study is normative legal research which is carried out with a statute approach. The results of this study show that hows that if a supporter is proven to have committed an act of hooliganism, namely to abuse the referee, the supporter can be held criminally responsible. Accountability for abuse of referees by supporters refers to Article 170 of the Criminal Code or Article 351 of the Criminal Code. Meanwhile, to limit the occurrence of acts of hooliganism, it is necessary that all parties implement preventive measures. The preventive measures that can be carried out include securing the stadium, making identity cards, and providing education.
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA ANAK SEBAGAI PELAKU PENGGUNA NARKOTIKA Santini, Luh Made Yuli; Yudiantara, I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi
Kertha Desa Vol 12 No 1 (2024)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan studi ini untuk mengkaji mengenai pertanggung jawaban pidana anak sebagai pelaku pengguna narkotika. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normative dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa pertanggung jawaban anak sebagai pelaku pengguna narkotika wajib diberikan kesempatan kedua untuk menjalani kehidupannya sebagaimana mestinya karena Anak dibawah umur adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun dapat dikatakan belum mampu untuk memahami akibat dari perbuatannya maka sebagai bentuk dari pertanggung jawaban pidana tersebut wajib diberikan rehabilitasi medis dan psikososial, serta diikut sertakan dalam kegiatan pendidikan atau pelatihan di Lembaga Pendidikan dan mengikuti pelayanan masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan tujuan untuk membantu anak kembali kedalam fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. The purpose of this study is to examine the criminal responsibility of children as perpetrators of narcotics use. This study uses a normative legal research method with a statutory approach. The results of this study indicate that the responsibility of children as perpetrators of narcotics users must be given a second chance to live their lives properly because a minor is someone who is not yet 18 (eighteen) years old and can be said to be unable to understand the consequences of his actions, so as a form of accountability the criminal answer must be given medical and psychosocial rehabilitation, as well as being involved in educational or training activities at educational institutions and participating in community services in accordance with applicable regulations with the aim of helping children return to social functions in community life.
PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA KEPADA PEJABAT YANG DIDAKWA MELAKUKAN PERDAGANGAN PENGARUH SESUAI KETENTUAN (ARTICLE 18 UNCAC) Tambunan, Jose; Yudiantara, I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi
Kertha Desa Vol 12 No 1 (2024)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yakni guna megetahui perlindungan hukum bagi pejabat yang didakwa melakukan perdagangan pengaruh ataupun Trading in Influence yang dirinya sendiri tidak mengetahui kalua pengaruhnya diperdagangkan orang dengan secara sengaja dan tak bertanggungjawab, tentunya dengan berpedoman kepada article 18 United Nation Convention Against Corruption yang diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan nited Nation Convention Against Corruption menjadi Undang-Undang. Metode penelitian yang dipergunakan paada penelitian ini yakni yuridis normative, melalui pendekatan analisis, ketetapan undang - undang dan comparative (perbandingan) dengan beberapa negara. Hasil dari penelitian ini penulis simpulakan bahwa dalam hal perlindungan hukum yang bisa dijamin pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia terhadap kasus trading in influence ini yaitu: Proses Praperadilan, Persidangan Biasa, dan Upaya Hukum Biasa dan Luar Biasa. The objective of this research is to explore the legal safeguards available to officials accused of engaging in influence peddling without their own knowledge of the intentional and irresponsible trading of their influence. This exploration is grounded in Article 18 of the United Nations Convention Against Corruption, which was incorporated into Law Number 7 of 2006 in Indonesia. The research adopts a normative juridical approach, employing analytical, statutory, and comparative methodologies across various jurisdictions. The findings suggest that under the Indonesian Criminal Procedure Code, legal protection for cases of influence peddling encompasses pretrial proceedings, regular trials, as well as ordinary and extraordinary legal remedies.
TINJAUAN YUDIRIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI KALANGAN REMAJA Mulya, Bella Kristin Chandra; Yudiantara, I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi
Kertha Desa Vol 11 No 8 (2023)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dari penelitian ini yakni guna mengidentifikasi dan menganalisis unsur-unsur yang menghambat keberhasilan penuntutan tindak pidana. peredaran dan penyalahgunaan narkotika oleh generasi muda. Penulis mengambil pendirian sosiologi hukum guna melaksanakan penelitian ini. Sumber primer dan sekunder digunakan guna mengumpulkan temuan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif kualitatif. karna informasi yang dikumpulkan ditulis dalam bentuk naratif dan yakni hasil pemeriksaan kualitatif terhadap dokumen resmi seperti UU dan peraturan terkait. Pencegahan, represi, dan rehabilitasi yakni tiga pilar pendekatan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika remaja. Salah satu permasalahan dalam menindak penjualan dan penggunaan narkotika ilegal di kalangan generasi muda yakni besarnya jaringan narkotika baru yang belum diungkap oleh polisi. Kedua, kurangnya keterlibatan masyarakat setempat karna masih besar masyarakat yang menyalahkan polisi atas permasalahan tersebut. Ketiga, masih kurangnya konsistensi dan keberlanjutan di antar LSM-LSM anti-penyalahgunaan narkoba, dan pengetahuan mengenai intervensi yang efektif masih kurang memadai. Keempat, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap risiko penggunaan narkoba. Terakhir, yang kelima, sebagian besar pengedar narkoba sangat mobile. The purpose of this study is to identify and investigate the barriers that prevent the younger generation from being effectively prosecuted for criminal crimes such as drug misuse and trafficking. In order to undertake this study, the author adopts a legal sociological perspective. Data were gathered for this study using both primary and secondary sources. The research in question employed qualitative descriptive data analysis. because the information gathered was written in narrative form and was the result of a qualitative examination of official documents like relevant statutes and regulations. Prevention, repression, and rehabilitation are the three pillars of law enforcement's approach to teen narcotics abuse. One problem with cracking down on illegal narcotics sales and use among young people is that there are so many new narcotics networks that the police haven't yet uncovered. Second, there is a lack of involvement from the local community because many people continue to blame the police for the problem. Third, there is still a lack of consistency and sustainability among anti-drug abuse NGOs, and knowledge of effective interventions is sketchy at best. Fourth, the general public's lack of awareness of the risks associated with drug use. Finally, number five, most people who deal drugs are very mobile.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU PENGGUNAAN NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA NASIONAL DAN INTERNASIONAL Pasambo, Novrianto; Yudiantara, I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi
Kertha Desa Vol 11 No 12 (2023)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan diadakannya penulisan ini adalah untuk meninjau seperti apa pertanggungjawaban pidana terhadap anak pelaku penggunaan narkotika dalam perpektif hukum nasional dan internasional, seperti apakah bentuk pelindungan hukum bagi anak tersebut dan sanksi yang diberikan negara kepada anak pengguna narkotika tersebut. Adapun di studi ini penulis memakai penelitian hukum normatif dengan dua jenis pendekatan yaitu pendekatan Undang-Undang (Statue Approach) dan pendekatan Analisis (Analitical Approach). Adapaun hasil penelitian ditemukan yakni perlindungan hukum terhadap anak pengguna narkotika berdasarkan hukum nasional dan internasional sudah sangat mengakomodir perlindungan yang ada permasalahan utamanya adalah justru pada sistem perlindungan dalam sistem perlindungan pidama itu sendiri yang seharusnya memberikan rasa aman kepada anak melainkan memberikan trauma dan ketakutan kepada anak yang seharusnya direhabilitasi bahkan dibimbing agar kejadian itu tidak terjadi Kembali. The purpose of this writing is to examine what criminal responsibility is like for children who use narcotics from the perspective of national and international law, such as the form of legal protection for these children and the sanctions given by the state to children who use narcotics. In this research, the author uses a type of normative legal research with two types of approaches, namely the statute approach and the analytical approach. As for the results of the research, it was found that legal protection for children who use narcotics based on national and international law has been very accommodating of protection, the main problem of which is precisely the protection system in the narcotics protection system itself, which is supposed to provide a sense of security to children but instead gives trauma and fear to children who should be rehabilitated and even guided so that this incident does not happen again.
PENGGUNAAN ISTILAH KENAKALAN REMAJA SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Utomo, Michael Seno Aji Prasetyo; Yudiantara, I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi
Kertha Desa Vol 11 No 11 (2023)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan studi ini untuk mengkaji perlukah adanya perluasan makna kenakalan remaja dalam perspektif hukum di Indonesia. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undang. Hasil studi ini menunjukan bahwa terdapat kekosongan norma di dalam sistem peradilan pidana anak yaitu pada Undang-undang No. 11 Tahun 2012 mengenai penambahan definisi kejahatan luar biasa karena pada saat ini banyak kejahatan luar biasa seperti pembunuhan, pemerkosaan, narkoba dan pelakunya ialah seorang anak dibawah umur sedangkan kejahatan yang dilakukan tidak dapat dikategorikan sebagai kejahatan anak-anak. Di dalam undang-undang tersebut tidak cukup untuk mengakomodir kejahatan luar biasa yang dilakukan oleh seorang anak karena kejahatan tersebut seringkali tidak dapat diterima oleh akal sehat manusia karena perkembangan kejahatan anak di Indonesia kian meningkat pesat seiring dengan berkembangnya zaman. Berdasarkan penulisan ini termuat beberapa kasus mengenai tindak pidana dengan pelakunya ialah seorang anak dibawah umur yang telah melakukan kejahatan selayaknya orang dewasa, dan di dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tidak termuat aturan mengenai klasifikasi kejahatan seorang anak yang termasuk dalam kategori tindak pidana ringan dan tindak pidana berat dan pada klasifikasi tersebut juga harus dijelaskan mengenai penyelesaian tindak pidana tersebut apakah akan dilakukan menggunakan pendekatan diversi atau pendeketan restorative justice. The purpose of this study is to examine whether there is a need to expand the meaning of juvenile delinquency from a legal perspective in Indonesia. This study uses a normative legal research method with a statutory approach. The results of this study indicate that there is a void in norms within the juvenile justice system, namely in Law no. 11 of 2012 regarding the addition of the definition of extraordinary crimes because at this time there are many extraordinary crimes such as murder, rape, drugs and the perpetrators are minors while the crimes committed cannot be categorized as juvenile crimes. In this law it is not enough to accommodate extraordinary crimes committed by a child because these crimes are often unacceptable to human common sense because the development of child crime in Indonesia is increasing rapidly along with the times. Based on this writing, there are several cases regarding criminal acts where the perpetrator is a minor who has committed a crime like an adult, and in Law no. 11 of 2012 does not contain rules regarding the classification of a child's crime which is included in the category of minor crimes and serious crimes and in this classification it must also be explained regarding the resolution of the crime whether to be carried out using a diversion approach or a restorative justice approach.
PENGATURAN JANGKA WAKTU PELAKSANAAN PIDANA MATI PASCA DITOLAKNYA GRASI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA Maharani, Putu Alfira Deshita; Yudiantara, I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi
Kertha Desa Vol 11 No 9 (2023)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan guna menganalisis pengaturan hukum terkait eksistensi pidana mati setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP dan bagaimana kepastian hukum terhadap jangka waktu pelaksanaan pidana mati pasca ditolaknya grasi menurut hukum positif yang ada dan berlaku di Indonesia. Dalam mengkaji tulisan ilmiah ini menggunakan metode normatif yang utamanya mempergunakan metode pendekatan dari suatu peraturan perundang-undangan yang disebut sebagai (statute approach), dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian memaparkan bahwa hukuman mati masih dianut dalam KUHP Baru sebagai pembaharuan hukum pidana nasional yang akan menggantikan KUHP Lama peninggalan belanda dan Undang-Undang terkait yang didalamnya mengandung ancaman pidana mati. Dalam pengaturannya yang baru, bahwa terpidana mati wajib diberikan kesempatan masa percobaan selama sepuluh tahun untuk merubah sikap, apabila tidak menunjukkan kelakuan baik maka eksekusi pidana mati dapat dijatuhkan. Kemudian dalam hukum positif yang mengatur mengenai pelaksanaan eksekusi mati seperti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi, tidak menjelaskan secara konkret jangka waktu dalam pelaksanaan pidana mati setelah ditolaknya permohonan grasi yang mengakibatkan kekosongan norma (rechtsavuum) sehingga berpotensi terjadinya ketidakpastian hukum terhadap individu yang terpidana mati. The purpose of writing this scientific paper is to analyze the legal arrangements for the existence of the death penalty after the ratification of Law Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code and how legal certainty is regarding the time period for carrying out death sentences for death convicts after the rejection of clemency according to positive law in force in Indonesia. In reviewing this scientific paper using a normative method which mainly uses the approach method from a statutory regulation which is referred to as (statute approach), and a conceptual approach. The results of this study indicate that the death penalty is still adhered to in the New Criminal Code as a renewal of the national criminal law which will replace the Dutch Old Criminal Code and related laws which contain the death penalty. In the new regulation, death convicts must also be given a probationary period of ten years to change their attitude, if they do not show good behavior then death penalty can be imposed. However, in the positive laws that apply regarding the implementation of death sentences such as Law Number 2 of 1964 concerning Procedures for the Implementation of Death Penalties and Law Number 5 of 2010 Regarding the amendment to Law Number 22 of 2002 concerning Clemency, it does not explicitly stipulate the time period for carrying out the death penalty after the rejection of a request for clemency resulting in a void of norms (rechtsavuum) so that there is a potential to create legal uncertainty for death convicts.