Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP yang berencana untuk merevisibeberapa aturan dalam KUHP sebelumnya menuai berbagai bentuk kontroversi, terutama dari kalanganmasyarakat. Beberapa pasal dinilai bermasalah dan merugikan masyarakat dalam pengimplementasiannya,seperti contohnya Pasal 240 dan Pasal 241 RKUHP tentang penghinaan terhadap Pemerintah yang Sah.Kedua pasal tersebut dikatakan bermasalah karena tidak terdapatnya pengertian yang jelas tentangpenghinaan dan siapa yang dianggap pemerintah yang sah. Hal tersebut, menyebabkan terbatasnyamasyarakat dalam menyampaikan pendapat atau kritikan terhadap kinerja pemerintah, terutama di mediasosial sebagai wadah dalam menyampaikan kritik secara cepat. Dalam hal menentukan batasan ataspemerintah yang sah, maka dalam penelitian ini ditentukan lembaga legislatif sebagai wakil rakyat yang jugasering mendapatkan kritik atas kinerjanya. Selain itu, frasa penghinaan juga perlu diberi batasan agar kritikyang disampaikan masyarakat tidak disalahartikan menjadi penghinaan. Delik yang terkandung dalam Pasal240 dan 241 RKUHP merupakan delik umum yang menyebabkan siapa saja dapat melaporkan apabilaterjadi dugaan penghinaan terhadap Pemerintah yang sah. Hal ini tentu saja tidak sejalan karena seharusnyadelik dari kedua pasal tersebut merupakan delik aduan agar pihak yang dirugikan dalam hal ini lembagalegislatif tidak sembarangan dalam menggunakan delik tersebut. Apabila Pasal 240 dan Pasal 241 RKUHPdisahkan, maka akan terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam bersuara dan menyampaikan pendapatatas kritik terhadap kinerja Pemerintah yang Sah. Penelitian ini menggunakan metode normatif mengkajiaspek hukum yang berdasarkan fakta di masyarakat. Tujuan penelitian untuk mengetahui dan melindungihak-hak rakyat dalam menyampaikan kritik agar tidak berujung pada pemidanaan dengan indikasi otoriter.