Masih rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen menghadirkan polemik di dalam perpolitikan Indonesia. Implementasi kebijakan efisiensi dari kebijakan afirmatif di Indonesia memberikan ruang sebesar 30% jumlah calon legislatif perempuan yang maju pada tingkat daerah maupun pusat. Kebijakan tersebut direalisasikan didalam regulasi kontestasi politik atau UU tentang pemilu, yang membuat badan KPU dan partai politik harus mampu memastikan pemenuhan peraturan ini berlangsung demi pelaksanaan pemilu yang adil. Dalam kajian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan basis studi beserta data-data yang relevan demi menjelaskan fenomena keterwakilan perempuan yang terjadi di pemilu periode 2019-2024, dengan menelisik implementasi dari kebijakan affirmative action di dalam UU Pemilu 2017 dalam penyelenggaraan kontestasi pemilu dan konsekuensi yang eksis dari ketidakpatuhan pada regulasi tersebut. Hasil penulisan ini, didapati bahwa sejumlah partai politik telah mematuhi kebijakan affirmative ini, terutama pada pemilu legislatif 2019-2024, meskipun terdapat penurunan persentase didalamnya. Hal tersebut dapat disimpulkan, bahwa keterwakilan politik perempuan baik dalam proses pemilu dan keterpilihan pemilunya masih diperlukan sejumlah peningkatan untuk memaksimalkan jumlah keterwakilan perempuan di dalam politik terutama berkaitan dengan realisasi konsekuensi yang dihadirkan oleh KPU. Kata Kunci: Keterwakilan Perempuan, Kebijakan Affirmative, Legislatif, Undang-Undang Pemilu