Sejak era reformasi, akhir-akhir ini fenomena kekerasan atas nama agama semakin marak berkembang di dunia ini. Kekerasan di intra maupun antar agama. Kekerasan yang dianggap sah bahkan dianggap kekerasan yang suci oleh para pelakunya. Kekerasan ini timbul dari perjumpaan implementasi misi agama-agama di tengah-tengah realitas kehidupan yang multi agama. Demikian juga halnya dengan gereja GKPPD Siompin Ressort Mandumpang dan pada umumnya di wilayah Aceh Singkil mengalami pergumulan yang berulang ulang, dengan alasan tidak memiliki izin. Pergumulan ini sudah ada sejak Tahun 1979 terjadi pelarangan pendirian gereja, penyegelan, pembongkaran, pembakaran gereja. Jika membangun gedung gereja mengalami konflik dengan masyarakat sekitar yang beragama Islam. Timbul pertanyaan, jikalau semua misi agama-agama tersebut telah dilakukan dengan baik dan benar, mengapa masih bisa terjadi kekerasan agama? Apakah pelaku misi agama tersebut yang salah? Atau, misi agama tersebut yang salah? Untuk menghentikan kekerasan atas nama agama tersebut perlu segera dicari jalan keluar. Perlu dicari jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas. Perlu segera diusahakan langkah-langkah membangun perdamaian sebagai salah satu tujuan utama dari kehadiran misi agama-agama. Salah satu langkah penting yaitu menggali ulang mengenai pemahaman misi agama-agama dan implementasinya. Sebagai Tubuh Kristus yang hidup, gereja sangat perlu untuk menghadirkan kerajaan syalom. Sebab Tuhan Yesus datang adalah untuk menghadirkan shalom. Misi yang mewujudnyatakan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan di tengah-tengah dunia ini. Sehingga GKPPD Siompin Ressort Mandumpang dituntut untuk bekerja sama dengan semua agama-agama dan lembaga-lembaga lain untuk menghadirkan shalom. Semuanya dilakukan GKPPD Siompin Ressort Mandumpang tanpa pamrih. Semata-mata untuk mewujudkan perdamaian sebagai wujud nyata kasih Allah bagi orang percaya. Kata kunci : Kekerasan, Misi Agama, Keadilan, Perdamaian