Setiap orang memiliki peluang untuk menjalin hubungan dengan orang berjenis kelamin yang berbeda, yang pada akhirnya dapat mengarah pada pernikahan. Perkawinan harus didasarkan pada peraturan hukum, tetapi seiring waktu, perkawinan antara laki-laki dan perempuan dari agama yang berbeda dapat terjadi. Ini disebut perkawinan beda agama sendiri. Perkawinan ini terdiri dari laki-laki dan perempuan yang ingin membentuk keluarga atau rumah tangga dengan agama yang berbeda. Pasangan yang menikah dengan orang yang berbeda agama seringkali menghadapi tantangan tersendiri. Mereka harus menemukan cara untuk menghormati dan memahami keyakinan masing-masing sambil mematuhi aturan negara. Pernikahan yang berbeda agama juga ada di banyak tempat, baik di kota maupun di pedesaan, karena Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa (1) "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya." (2) Setiap perkawinan dicatat menurut undang-undang yang berlaku, sehingga perkawinan dapat dilaksanakan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Hakim pengadilan harus membuat keputusan untuk mengesahkan perkawinan beda agama. Surat Edaran (SE) Ketua MA 2/2023 dikeluarkan pada tanggal 17 Juli 2023 untuk membantu hakim memutuskan kasus pencatatan perkawinan antara orang yang berbeda agama. Artinya, SE adalah standar jika pasangan meminta perkawinan beda agama.